Puasa di Rumah Aja dengan Fase yang Berbeda

Bicara soal puasa di rumah aja, tentu sudah bukan hal yang baru. Sudah hampir tiga kali Ramadhan kita diminta untuk di rumah aja. Dari waktu sebelumnya, ada banyak hal yang bisa kita ambil manfaatnya. Selama di rumah aja saat Ramadhan, mungkin beberapa orang akan kebingungan mau beraktivitas apa selain rebahan dan akhirnya tertidur (belum lagi berdalih, kan tidurnya orang berpuasa itu ibadah). Kecuali, yang memang sedang Work From Home, tentu di kegiatan prioritas di rumah aja selama puasa Ramadhan, ya bekerja.

Meski sama, bukan hal yang baru lagi, tapi fase di tahun 2022 M/1443 H ini berbeda bagi saya pribadi. Puasa Ramadhan tahun ini (meski sebelumnya tidak sendiri karena bersama keluarga) tapi sekarang jadi tambah ada yang menemani dan tugas menyiapkan sahur bukan saja untuk diri sendiri. Alhamdulillah, puasa Ramadhan di rumah aja kali ini bersama seorang Suami (ya, walaupun dia kalau pagi - sore kerja sih). Balada fase baru di bulan Ramadhan perdana bersamanya, cukup sederhana. Belum ada yang begitu menantang, selain harus bangun lebih awal.

Puasa di rumah aja bersama yang halal, rasanya lebih berkah. Mau buka bersama juga tidak merasa bersalah, karena yang membersamai adalah partner 'till Jannah, insyaaAllah.Mungkin tulisan ini, vibes-nya terasa masih manten baru. Tapi ada beberapa hikmah yang saya dapatkan ketika merasakan puasa Ramadhan tahun ini meski baru berjalan 4 hari. Simak yuk!




HIKMAH 1: Melatih Tanggung Jawab
Ketika kita sudah menikah, artinya kita juga sadar bahwa kita sedang diamanahi seseorang yang akan membersamai perjalan kehidupan kita sampai akhir hayat dan harapannya sampai bertemu di akhirat kembali. Rasa tanggung jawab yang besar seketika muncul dalam benak, bahwa ada manusia lain selain diri sendiri yang perlu untuk diperhatikan juga, perlu untuk diberikan kepedulian juga, bahwa kita juga harus melatih kemampuan kita untuk berbagi. Rasa tanggung jawab ini menjadi lebih terlatih, ego diri  yang sebelumnya tinggi jadi lebih bisa terkendali. Alhamdulillah...

- HIKMAH 2: Belajar Peduli
Dulu, saat masih single tentu saya tidak peduli dengan apa yang saya makan saat sahur. Maksudnya, makan apapun ya fine fine saja. Bahkan hanya minum air putih pun, jika niat saya ingin begitu ya saya hanya sahur air putih atau dengan 5 butir kurma. Sekarang, tidak mungkin Suami saya tiba-tiba harus mengikuti kebiasaan saya. Tentu, besok di kantor dia lemas tak berdaya. Kebiasaannya yang harus makan nasi tidak bisa hindari. Tentu kepedulian saya terlatih di sini, peduli bahwa sekarang bukan tentang diri sendiri lagi. Ada Suami yang perlu dibantu kebutuhannya saat makan sahur.

Atau mungkin Suami, request untuk dimasakkan menu keinginannya. Tentu, saya perlu mendengar dengan baik bagaimana keinginnya itu. Dan ada upaya yang harus saya lakukan, untuk bisa memenuhinya. Ya, kondisi ini beda sekali dengan saya yang bodoamat. Dulu.

- HIKMAH 3: Giat Belajar...APAPUN
Semenjak sudah menikah, saya justru mulai memahami dan menikmati apa makna belajar. Banyak sekali hal yang harus saya pelajari untuk menjadi seorang Istri - meskipun sebenarnya kalau ngomongin belajar, bisa juga belajar dari bagaimana praktik menjalani kegiatan sehari-hari bersama Suami. Tapi bukan itu, saya jadi giat belajar apapun yang sekiranya materi yang saya pelajari itu nanti akan diuji oleh kejadian-kejadian yang kemungkinan akan saya alami bersama Suami. Dan selain itu, saya juga lebih handal memasak, a.k.a urusan dapur. Dulu, saya pikir saya gak akan bisa masak. Tapi mindset itu berubah jadi SAYA HARUS GIAT BELAJAR.

- HIKMAH 4: Mindset yang Lebih Berdaya
Ketika menjalani puasa, segala pikiran yang melemahkan mungkin sempat hadir. Apa lagi, ketambahan 1 orang yang memerlukan fokus kita juga (Suami). Tapi, kalau saya merasa lemah, takut, khawatir, dan perasaan negatif tanpa adanya upaya untuk menanggulanginya, tentu akan jadi lebih repot. Maka, ketika saya merasa tidak bisa, saya berada di hikmah 3: giat belajar. Gak ada yang gak mungkin, mungkin aja kita yang gak mau. Rasanya cukup menantang, tapi dengan begitu ada perasaan berdaya yang membuat kita (as: a wife) lebih berharga.


Sekian.
Itulah ceritaku tentang PUASA DI RUMAH AJA.
Semoga dapat menyelami hikmahnya lebih dalam ya :))

Komentar

Postingan Populer