Memaknai Peran Perempuan di Hari Kartini dan Hari Bumi

Sebenarnya agak sulit bagiku, tema nulis blog hari ini—yang sudah lebih dari setengah jalan. Sudah hampir menuju akhir. Bismillaah...

Kalau yang dibicarakan tentang platform nonton tuh! Karena, aku jarang nonton film. Dan kalaupun aku merekomendasikan banyak, itu pasti hanya satu (wkwk) yang (aku sendiri) sudah mencobanya langsung. Jadi, mau merekomendasikan itu sulit kalau belum pernah coba langsung. Xixi.

Paling-paling Youtube :((


Ya sudah!
Hari ini, aku akan menggunakan tema bebas sebagai tema pengganti tema hari ini #duhbelibet!




Kebetulan karena hari ini adalah Hari Bumi dan hari kemarin adalah Hari Kartini, uw! MasyaaAllah, hampir banyak sekali yang bisa dimaknai sebagai hikmah untuk kita semua. InsyaaAllah, dua hari ini tu banyak pembelajaran. Akan aku tulisankan pemaknaan mulai dari kemarin, Hari Kartini...

Selama ini, yang banyak digemborkan tentang hadirnya Hari Kartini adalah kesetaraan gender. Bahwa kita (perempuan) harus setara dengan laki-laki, bla bla bla ble ble ble. Kontennya itu seperti kurang mengarah gitu lho. Dan kurang jelas tujuan speak up-nya biar apa(?) Karena, memang kalau bicara porsi laki-laki atau perempuan itu sudah jelas semua kok. Barangkali, kalau kita masih teriak-teriak kurang jelas untuk minta kesetaraan (jangan-jangan lho ya, ini) justru perempuan itu sendiri yang belum begitu paham sama perannya, jadi limbung dan gak tak menentu arah. Ujung-ujungnya, malah ke bawa arus yang salah ini salah itu, salah-salahan gak ada titik poin solusi dan memberdayakan.

Sudah-sudah! Bukan poin ini yang mau saya sampaikan.
Mari kita simak dengan hikmat tulisan berikutnya...

Kartini dalam bukunya Habis Gelap Terbitlah Terang yang selaras dengan potongan QS. Al-Baqarah: 257, yang bunyinya...
MINA DZULUMAATI ILLANNUUR; dari kegelapan menuju cahaya
Merumuskan bahwa, hakikat Pendidikan itu bukan hanya membangun kecerdasan akal tetapi juga keluhuran budi atau akhlaq. Pada hakikatnya, seluruh wanita adalah pendidik, baik untuk dirinya sendiri, anak-anaknya dan masyarakat.

Jika dulu yang membatasi Kartini adalah minimnya fasilitas dan terbatasnya informasi, di era ini justru sebaliknya, fasilitas yang berlimpah dan informasi tanpa batas justru menjadi tantangan untuk memilih informasi dalam membangun kecerdasan akal budi dan menanamkan nilai-nilai.

Jadi, ketika kita menjadi seorang Ibu atau Guru di zaman sekarang ini, membicarakan emansipasi dan menanamkan nilai-nilai Kartini bukan lagi soal komparasi laki-laki perempuan;
  • Kamu jangan kalah sama laki-laki
  • Kerja! Biar gak diinjak-injak sama Suami!
  • Jadi perempuan jangan hebat-hebat banget nanti laki-laki takut sama kamu!
  • Kok berhenti kerja sih?! Sudah di sekolahkan tingi-tinggi lho!
Sekarang, mari ganti dengan menanamkan kepada anak-anak perempuan kita (atau bahkan kita sendiri) bahwa hidup ini adalah soal AHSANU AMALAA, melakukan yang terbaik, apapun peran yang ia jalankan.
  • Mulai dari memahamkan bahwa pendidikan itu bukan sekadar untuk mendapatkan pekerjaan, status sosial, dan mencari uang. Rugi sekali, jika sekolah bertahun-tahun lamanya hanya supaya bisa dapat uang. Tapi seperti pemikiran Kartini bahwa pendidikan bukan hanya kecerdasan akal tetapi juga keluhuran budi atau akhlaq.
  • Menikah itu bukan karena risih sudah ditanya-tanya orang kapan nikah, tapi sadar sepenuhnya atas peran yang dijalankan dengan visi dan misi yang jelas.
  • Bekerja itu bukan karena supaya tidak diinjak atau supaya aman kalau Suami meninggal, tetapi karena memilih menghasilkan karya.
  • Memilih laki-laki sebagai pemimpin Rumah Tangga bukanlah bentuk kekalahan, tetapi seperti memilih kapal dengan nahkoda yang handal atau tim kerja yang memiliki pemimpin yang handal untuk mencapai tujuan.
  • Memiliki anak bukan untuk pantes-pantesnya nikah itu ya ada anak. Tapi sadar sepenuhnya akan tanggungjawab dan amanah membangun generasi ke depan.
  • Memilih di rumah mendidik anak tidak kalah mulia dengan menolong pasien di rumah sakit. Demikian pula sebaliknya, menjadi manager di perusahaan tidak lantas menjadi Ibu yang tidak bertanggungjawab.
  • Berubah-ubah pilihan peran seiring dengan perkembangan usia anak, bukan berarti menjadi pribadi yang plin-plan.
Ajarkan anak-anak perempuan kita mampu mengambil keputusan, membuat analisa untuk memilih dari berbagai alternatif pilihan dan bertanggungjawab dengan sadar atas pilihannya termasuk dengan segala konsekuensinya. KARENA...

مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
Source: https://tafsirweb.com/4445-surat-an-nahl-ayat-97.html


Tenang, itu masih pemaknaan nilai-nilai dari Hari Kartini. Lalu, bagaimana dengan Hari Bumi? Apa yang bisa kita maknai di Hari Bumi dan relevansinya dengan perempuan?

Tentu ada. Sebagai perempuan, madrasah utama bagi anak-anak kita kelak, kita memiliki tanggungjawab sepenuhnya terhadap pendidikan mereka. Bagaimana mereka bertumbuh dan berkembang menjadi seorang anak yang bukan hanya cerdas akal tetapi juga berbudi pekerti, punya adab, dan baik akhlaknya. Semua itu, menjadi tugas kita (perempuan) untuk menjaga, merawat, bahkan membantu fitrah-fitrah yang tentu saja baik, agar anak-anak juga melahirkan/memberikan yang terbaik pula untuk lingkungan sekitarnya.

Saat ini fenomena yang sedang marak mengenai sampah plastik masih terus beredar di mana-mana, wa bil khusus di negara Indonesia Raya tercinta, love love love. Wk! Bahkan beberapa waktu yang lalu saya baru menonton sebuah dokumenter yang menunjukkan bagaimana kondisi 3 Sungai yang ada di Pulau Jawa. Sungguh, amat miris! Kenapa?

Karena, melihat banyaknya orang yang masih saja membuang sampah di sungai. Bukan hanya itu, mereka pun mengajarkan cara membuang sampah itu ya, ke sungai kepada anak-anak mereka. Menyuruh anak-anak untuk membuang sampah-sampah di rumah ke sungai-sungai dekat rumah juga. Akibatnya, 3 sungai terbesar di Pulau Jawa ini diduga sudah tercemar mikroplastik. Hal ini membuat saya berpikir, apakah kebiasaan ini memang sudah menjadi hal yang turun-menurun dan tidak ada yang memutus rantainya?

Yang saya pahami dari film dokumenter karya Watchdoc dan berkolaborasi dengan sebuah lembaga penelitian di Kota Gresik bernama Ecoton ini memang membuang sampah di sungai justru semakin menjadi kebiasaan yang cukup sulit untuk dihilangkan, hal ini dikarenakan akses TPS yang cukup jauh dari rumah warga salah satunya, dan (menurut saya) memang kesadaran lingkungan belum mereka miliki.

Apa relevansinya dengan peran perempuan?

Seperti yang sudah saya jelaskan di paragraf sebelumnya, bahwa perempuan itu bagaikan sekolah utama untuk anak-anaknya. Maka, hal yang paling bisa kita upayakan adalah mendidik anak-anak kita, ya dengan menyelaraskan bahasa komunikasi mengenai kesadaran lingkungan (enviromental awareness) bahwa semua makhluk yang hidup di bumi ini punya peran tugasnya masing-masing dan semua saling berkolaborasi maka kita perlu saling menjaga juga.

Tapi sebelum itu, karena saya Muslim. Maka konsep utama yang saya bawa tentu berkenaan dengan tauhid dan keimanan. Perlu membangun fundamental dasarnya dengan membawa pedoman hidup Islam (Al-Qur'an), mari kita lihat di QS Al-Hadid:1 , bahwa apa yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah.

Coba bayangkan, misal sungai (karena tema yang saya ambil dari fenomena di sungai), karena sungai adalah (sebenarnya) menjadi sumber mata air, maka sungai berperan dengan tugasnya yaitu mengalirkan air, terus mengalirkan air-nya. Di dalamnya hiduplah biota-biota, mereka semua tumbuh di air sungai; ikan, tanaman sungai, dan lain sebagainya - yang mana semua itu, misal ikan tentu kita juga bisa mengonsumsinya, bukan? Jangankan ikan, air yang mengalir di sungai itu pun, kita sebagai manusia juga sangat butuh. So, bentuk ketaatan sungai adalah terus mengalirkan air dengan bertasbih kepada Allah. Maka, Allah menjaganya, selalu, Allah selalu menjaga dan memeliharanya.

Adapun sungai saat ini yang terlihat semakin tidak karuan kondisinya (bisa lihat fenomenanya, real, di Youtube: Watchdoc Image) semua itu karena kerusakan yang disebabkan sendiri (justru) oleh makhluk yang Allah ciptakan dengan sebaik-baiknya. Manusia.

APA YANG SALAH?
Tentu, kalau kita saling menyalahkan, tidak akan ada muara yang menjadi solusi atas semua permasalahan ini. Karena, generasi akan beralih dari tiap zamannya. Keyakinan bahwa peradaban saat ini masih diperjuangkan dan akan berakhir dengan peradaban yang gemilang dengan generasi yang memang memiliki kualitas terbaik (yang mungkin saja) itu hasil didikan kita semua saat ini. Maka, tugas kita yang masih berjuang saat ini adalah menyiapkan bekal terbaik untuk anak-anak generasi berikutnya. Mendidik mereka dengan memberikan pemahaman yang mendasar bahwa bumi Allah ini, semuanya melaksanakan peran/tugasnya dengan bertasbih kepada Allah, maka kita tidak boleh merusaknya, mengganggunya, karena nanti kita sendiri yang akan menanggung dampak kerusakannya.

Dan saya berkali-kali mengatakan, ini menjadi tugas madrasah utama. Yakni seorang Ibu, seorang Perempuan, yang akan mengasuh anaknya. Meski begitu, peran Ayah pun juga akan memberikan dampak yang besar pula, tentu Ayah juga akan ikut serta dalam memberikan pendidikan untuk anaknya. Tapi yang saya garis bawahi sejak awalan kan adalah PEREMPUAN yang katanya harus setara dengan laki-laki supaya tidak dilecehkan, dsb, dsb. Why? Look and let's open eyes! Peran kita sungguh BESAR, maka otomatis kita (perempuan) adalah makhluk yang Allah Subhanahu wa ta'ala dengan kemuliaan yang masyaaAllah luar biasa!



Jadi, kita masih punya waktu. Meski entah berapa banyak. Tapi terus upayakan yang terbaik, demi terciptanya next generation yang punya ADAB, bukan hanya kepada sesama manusia tapi juga kepada lingkungan, bumi, alam semesta ini.

Perempuan begitu berharga dengan memahami perannya. Perempuan akan sangat teristimewa dengan menyadari bahwa dia adalah an important agent of change!

Trims.
Semoga tulisan ini bisa dipahami dengan baik dan membawa manfaat bagimu~

Komentar

Postingan Populer