Bahagia atau Sedih Tetaplah untuk Berdamai dengan Keduanya

Bicara hal-hal yang membuat bahagia atau sedih, memang tidak bisa dipastikan detailnya apa saja. Terlebih seorang perempuan, terkadang hal yang bahkan sangat sepele pun - kalau momennya memang tepat dan bisa dapat dengan cepat memantik salah satu perasaan (bahagia atau sedih) itu hadir, ya terjadilah respon atas perasaan-perasaan tersebut. Namun bahagia atau sedih, tetap akan bergantian hadir di keseharian kita. Dan yang terpenting ketika di antara keduanya atau bahkan kedua-duanya hadir adalah bagaimana cara kita merespon supaya perasaan tersebut tidak membuat kita lalai.


Tulisan ini mungkin tidak begitu menjelaskan detail, karena saya pribadi tidak bisa mendetailkan hal-hal yang membuat bahagia atau sedih. Seperti yang saya katakan di paragraf pertama. Kenapa begitu? Sebab, segala emosi/perasaan yang hadir itu hanyalah sebuah titipan. Tidak lama kok. Dan tidak bisa kita pastikan juga kehadirannya bagaimana, dimana, dan kenapa(?)




Hal-hal yang membuat bahagia, ada banyak sekali. Saking banyaknya, kalau kita mau meresapi, ada hal-hal yang membahagiakan yang sebenarnya tidak pernah kita minta. Kenapa kita bisa berbahagia? Karena adanya rasa syukur atas segala yang kita miliki dan apapun yang kita dapatkan tanpa kita minta. Jadi, sebenarnya rasa syukurlah yang membuat kita senantiasa dapat merasakan bahagia.

Coba kita pikirkan lebih dalam; ketika kita bangun tidur (jika tak lupa berdo'a), maka di situ terdapat ucapan syukur yang nantinya akan membuat kita merasakan bahagia setelah beranjak dari tempat tidur dan mulai untuk beraktivitas. Setelah menjalankan aktivitas, kita bisa merasa bersemangat, kita bisa lancar melakukan apapun yang kita lakukan di jam-jam dimana aktivitas kita mulai padat, kita bekerja dengan nyaman - pernahkah kita meminta itu semua dalam do'a? Sungguh, semestinya kita menjadi manusia yang lebih pandai bersyukur, tanpa minta untuk dijaga, tanpa minta untuk dipelihara, dan dilindungi. Kita selalu aman dan nyaman sepanjang hari. Di situlah seharusnya rasa bahagia itu akan hadir dengan sendirinya. Sesederhana, kita bisa bangun dari tidur dan menjalankan aktivitas sampai tidur lagi. Jika sejak tidur, (maaf) kita tidak bisa bangun lagi. Adakah rasa bahagia yang bisa kita rasakan? Tentu tidak.

Maka, bahagia itu letaknya ada pada rasa syukur kita atas segala nikmat tak terhitung dariNya.



Bagaimana dengan rasa sedih?
Begitupun rasa sedih. Selalu ada hal yang terbaik yang ingin Allah ajarkan dari rasa sedih. Coba pikirkan; dari rasa sedih saja, ada hal baik yang bisa kita ambil dan kita pelajari. Allah menitipkan apapun, termasuk perasaan sedih kepada kita dengan maksud agar kita bisa menjadi hamba yang lebih mampu, lebih cerdas dalam mengelola dirinya termasuk perasaannya. Dan pelajaran yang kita dapat itu, tentu dapat kita gunakan untuk kejadian di perputaran hidup berikutnya.

Di dunia ini kan, kita gak mungkin bahagia terus. Sesekali merasa sedih, sediiih sekali, galau, resah, gundah gulana. Ujung-ujungnya, bukan malah cari pelampiasan untuk menutupnya dengan kesenangan belaka atau bahkan hura-hura. Ujung-ujungnya, ya kita diminta untuk bermuhasabah/evaluasi diri. Ada kekurangan yang perlu perbaikan atau ada keadaan  yang memang di luar kendali kita. Di sini, apa yang ingin Allah ajarkan? Yak, betul! SABAR.

Saya tahu, sabar itu tidak mudah. Tapi sesungguhnya, sabar itu bisa ditingkatkan dan bukan untuk dibatasi. Saya paham, kita manusia biasa, ya, kita hanyalah manusia biasa yang tak sempurna dan kadang salah (tuhkan, nyanyi lagi!), tapi justru karena kita manusia biasa maka perlu untuk terus menjadi seorang pembelajar. Kita sesungguhnya adalah pembelajar sejati, kenapa? Karena saat belajar itu, salah menjadi hal yang lumrah! Dari situ kan, kita terus memahami bagaimana yang semestinya supaya tidak terulang kembali?

Kembali ke sabar. Tidak ada ruginya ketika kita bersabar atas kesedihan yang merundung kita. Menerima, sabar, ikhlas, dan berakhir ridha pada ketetapanNya. Tidak mudah memang. Tapi, tidak mustahil untuk terus diupayakan. Karena, pada akhirnya kita sendiri yang akan merasakan bagaimana dampaknya. Ketika memilih terpuruk, menyalahkan semuanya, dan bahkan hingga semakin ingin menyakiti atau memendam dendam dan benci, ya, sebenarnya kita justru semakin memperburuk luka yang ada di dalam hati. Mau sampai kapan? Itu sama sekali, tidak mengubah apapun. Lagi-lagi, saya katakan, itu justru semakin memperburuk diri.



Akhirnya, bahagia atau sedih, kita tetap perlu ketenangan untuk keduanya. Kita memilih dengan tetap berdamai apapun perasaan yang hadir. Karena, merespon emosi/perasaan secara berlebihan justru akan membawa dampak yang tidak baik juga untuk diri sendiri.

So, mari selalu berdamai saat menyambut perasaan tersebut~

Komentar

Postingan Populer