WARAS SETELAH MAIN KE "KAMPUNG IDEOT" KARPAT

Bismillah...

Aku mau cerita tentang kunjungan mendadakku di suatu tempat yang memang sudah menjadi incaranku sejak jauh-jauh waktu. Sebenarnya sudah bukan menjadi hal baru jika berbicara dengan tempat yang kukunjungi ini. Kemarin 7 Februari aku berniat untuk main ke Kec.Balong. Tujuan utamaku mengunjungi tempat di mana tempat itu merupakan lingkungan yang lumayan sebagian besar warganya adalah pengidap tuna grahita. Tapi karena gak mungkin kalau tiba-tiba aku datang (sama satu temanku sih) dan langsung berhenti di rumah beberapa warga tuna grahita. Akhirnya kita sekalian main ke Gunung Beruk.

Nah tepat di bawah Gunung Beruk ini rumah-rumah para pengidap tuna grahita. Tepatnya di Dukuh Tanggungrejo, Desa Karangpatihan, Kec. Balong, Ponorogo. Aku bukan mau cerita tentang Gunung Beruknya. Tapi tentang para tuna grahita ini. Aku tertarik setelah mereka ini ternyata bisa diajak maju. Diajak maju? Iya. Sebelumnya aku pernah dengar cerita saat melihat acara TV yang meliput tentang Desa plus dengan para warga yang mengidap tuna grahita ini, jadi mitosnya, mengapa warga di situ kebanyakan mengidap tuna grahita karena turunan dari nenek moyangnya yang dulu-dulu tuh, dan ada hubungannya sama Gunung Beruk itu. Seingatku sejenis kutukan gitu. Tapi kita gak boleh percaya mitos. Nah yang menarik di sini adalah seorang pemuda di Desa Karangpatihan yang nuraninya tergerak untuk do something agar Desa-nya tidak terus-terusan terpuruk. Kenapa terpuruk? Iya. Lama-lama jika tidak ada seseorang yang bergerak untuk melakukan sesuatu hal yang membuat maju di Desa yang mayoritas mengidap tuna grahita ini, bisa-bisa semua warganya sudah pasti di klaim madesu. Mana ada sih yang mau melihat saudara sendiri jadi madesu ya kan? Ini soal nurani, kepedulian kita terhadap sesama. Poin pertama yang menarik hatiku ya ini.

Memang hal cukup besar sih terobosannya. Mungkin ada pertanyaan, kalau pengen bicara soal nurani dan kepedulian coba kamu sudah melakukan apa untuk, semisal yang baru saja terjadi Bulan November 2017 kemarin banjir di Kota Pacitan (yang deket dari Ponorogo aja ya) yang emang bener-bener parah. Jujur kalau aku sih gak bisa ngelakuin apapun, datang lihat keadaan Kotanya juga gak. Bisaku mendo'akan saja saat itu. Iya bisaku gitu. Mau maksa pun juga tetep aja, aku gak mungkin ke sana. Ini contoh kecil saja. Sebagai renungan juga sih. Sebenarnya sampai mana level kepedulian kita terhadap sesama. Ini penting banget. Kalau kalian merasa sudah dewasa. Banyak yakan tuh yang pamerin ke-20 tahun-an-nya. Mungkin maksudnya kalau udah kepala dua udah dewasa, udah tua. But kalian pernah mikir gak 20 tuh kalian udah ngapain aja? Apa yang sudah kalian lakukan buat orang? Dan sampai mana tingkatan komposisi-komposisi yang menciptakan kedewasan itu sendiri?dalam diri kalian. Entahlah, tiba-tiba aku mikir itu semua. Maaf melenceng dari topik. Ini sebagai sedikit renungan saja.

Nah siapakah gerangan pemuda yang tergerak hatinya untuk melakukan revolusi terhadap Desa-nya ini?
Beliau Eko Mulyadi. Sekarang jadi Kepala Desa Karangpatihan. Aku pernah sekali bertemu dan bertatap muka dengan beliau di acara IMM. Eko Mulyadi ini alumni Unmuh Ponorogo. Kayaknya sih sekarang sudah jadi alumni. Soalnya aku ketemu beliau di tahun 2017 kemarin kalau gak salah. Nyesel aku gak langsung nulis semua cerita beliau saat itu. Sekarang sudah samar-samar lupa. Aku ceritain yang aku ingat saja; beliau ini menjadi seorang Kepala Desa di Karangpatihan karena dipaksa katanya. Dipaksa karena gak ada selain beliau yang bisa memimpin Desa itu. Hebat gak sih? Tentu. Secara beliau baru lulus kuliah itu ya kemarin waktu aku ketemu di tahun 2017 itu. Tiba-tiba disuruh jadi Kepala Desa gitu aja. Dan dari ceritanya beliau dipaksa untuk menjadi seorang Kepala Desa itu malam-malam. Di mana udah waktunya istirahat, tidur. Dan tiba-tiba aja beliau di grebeg warganya untuk diajak diskusi plus dipaksa itu tadi. Bisa bayangin perasaannya gak? Nah kalau gak salah emang sebelum menjadi Kepala Desa, beliau sudah melakukan suatu hal. Aku lupa apa saja. Pokoknya hal hebat yang sudah bisa merubah warga tuna grahita menjadi lebih produktif saat itu. Bisa mulai merubah perekonomian Desa. Makanya beliau dipilih untuk memimpin Desa-nya. Semalam beliau memikirkan itu. Sehari apa semalam gitu. Sumpah aku lupa. Ini berusaha sambil ingat-ingat cerita dari beliau. Tapi kurang lebih begitu sih ceritanya. Selain itu sudah beberapa hal yang beliau lakukan untuk kemajuan (ekonomi terutama) di Desa Karangpatihan.

Ada sedikit informasi yang aku dapat: tercatat 290 KK di Dusun ini yang hidup ini di bawah Garis Kemiskinan Kab.Ponorogo, akibat tekanan ekonomi dan mahalnya bahan-bahan pokok di Dusun ini. Dan mau gak mau masyarakat setempat menjadikan tiwul/nasi gaplek sebagai makanan pokok mereka selama bertahun-tahun. Alhasil, beberapa warga mengalami masalah gizi buruk yang menjadi penyebab retardasi mental yang turun-menurun (kompasiana.com, 2013). Jadi mitos yang kuceritakan di atas tadi itu gak bener. Yang menjadi masalah utama tuna grahita karena ekonomi yang sangat lemah. Bayangin aja coy, mereka mau makan saja susah. Nah lu, suruh makan aja sering alasan. Dih suruh makan, makan aja sampai harus di suruh-suruh. Udah gitu pakai banyak alasan, lauknya gak sreg sama selera. Mikir napa mikir. Jangan ngopi aja di utamain! Maido-maido bae kan bisanya. Next...

Lama-lama Desa Karangpatihan menjadi sorotan publik. Keren kan? Semakin maju dan banyak melakukan pembaharuan. Akibat dari produktifnya para tuna grahita juga. Meskipun mereka memang banyak kurangnya, gak jelas ngomongnya. Maaf ya. Aku pribadi sih gak paham kalau mereka lagi ngomong. Bisa bayangin gak, Pak Eko Mulyadi ini gimana coba membimbing para penyandang disabilitas begini. Aku yakin pasti ini sulit.

Ada cerita nih. Jadi kemarin aku tiba-tiba di deketin gitu sama bapak-bapak tua, ya dia tuna grahita juga. And finally... yang ada aku malah takut di deketin. Padahal beliau juga gak ngapa-ngapain aku. Aku malah gak nganggep dia, mlengos aja gitu. Bego banget gak sih. Iya bego banget emang. Padahal setelah tahu ya, setelah sadar, sebenarnya mereka bisa diajak interaksi. Pelan-pelan sih. Kita harus memahami pun memahamkan juga ke mereka. Asik ya.
Setelah itu aku melihat seseorang mungkin tuna grahita juga, masih muda sih. Dia senyum-senyum gitu waktu papasan sama aku dan temanku. Bawa rumput segrobak sodok, habis ngarit kayaknya dia. Sayangnya gak kuambil foto di saat momen yang menggembirakan itu wkwk. Manis senyumnya. Senyum pepsoden gitu. Seneng kalau ingat. Senyuman tulus. Aku gak alay, tapi kalau kalian lihat sendiri pasti ngerasa gitu. Kecuali kalau kalian orang awam dari Kota yang gak tahu kan menganggapnya itu kayak orang gila ya. Tapi pada akhirnya aku membalas dengan senyuman juga. Dan kalau buat aku itulah yang melatih kita untuk ramah kepada siapapun (ya gak sih? hehe) Didikan kota gak ada yang bener emang. Utamanya individualis dan gak bisa ramah. Kadang ramah malah dikira SKSD. Aku baru nyadar juga, aku juga kadang masih gitu. Dan harusnya diubah.

Ini aku juga bikin kumpulan video kemarin. Maaf kalau absurd. Kalian bebas komentar dan berekspresi setelah lihat videonya.






Aku gak canggih bikin video. Jadi ya seperti itu~ Di batasin ukuran videonya sama blogger, maka banyak cut-nya. Ngakak.

Jadi itu setelah turun dari Gunung Beruk aku singgah ke Rumah Harapan Karangpatihan. Dan kebetulan saat itu ada  yang nge-liput, jadi banyak orang yang berdatangan. Dan aku ikut nimbrung aja. Di sinilah para penyandang tuna grahita berkreatifitas, melakukan banyak kegiatan produktif. Banyak hasil karya tuna grahita yang bisa menjadi produk yang nantinya di pasarkan, seperti: keset, batik ciprat, berbagai macam sofenir. Ada juga ternak bebek, ayam, lele, dsb. Dari sinilah perekonomian warga di Desa Karpat (Karangpatihan) mulai meningkat. Terlebih dengan adanya Wisata Gunung Beruk yang semakin di perbagus sehingga menarik minat para wisatawan.
Kalau yang paling menarik menurutku di sini adalah Batik Ciprat. Batik Ciprat ini mungkin bisa menjadi ikon utama dari Karpat. Seharusnya kita lebih bangga atas hasil karya salah satu Desa di Kota kita sendiri dengan memakainya sih. Ya begitulah. Dari sini harapan-harapan akan selalu bertumbuh dan menghasilkan buah yang manis ke depannya. Semoga. Aamiin...

Setelah melihat orang-orang tuna grahita. Aku jadi berpikir selama ini apa aku yang sebenarnya gila dengan hal-hal yang berjalan begitu nikmat, begitu lancar, dan sangat nyaman. Kemudian aku bertanya; selama ini pernahkah aku kekurangan? Pernahkah aku kesulitan hanya untuk makan? Bagaimana jika aku terkena gizi buruk? Bagaimana kemudian jika aku menjadi tuna grahita karena kekurangan gizi? Tidaaak... Aku selalu bisa makan setiap hari, setiap waktu malah, sesuka hatiku. Begitu mudah, sampai aku di olok gemuk.
Dan sebenarnya kita terlalu lalai sebab tak pernah menyadari semua kenikmatan ini. Justru masih sempat saja mengeluh. Tak punya uang tapi memaksa untuk tetap membeli, ingin beli ini itu padahal tidak ada manfaat, gayaan gak mau makan lauknya tidak sesuai selera, giliran sakit maido "ya Allah kok ya mendadak sakit", punya sepeda minta motor, punya motor minta mobil, punya mobil minta truk, punya truk minta helikopter, punya helikopter minta pesawat, dst. Begitukah hakikat manusia? Selalu merasa kurang, dan ingin selalu tambah. Sudah kaya masih ingin jadi lebih kaya. Parahnya lagi lupa kalau semua itu hanyalah titipan. Amanah yang harus digunakan sebagai penambah poin di buku catatan amal. Dan nantinya juga akan diminta pertanggung jawabannya. Semua akan membuat LPJ-nya sendiri-sendiri. Semua juga akan ada buruk pada waktunya ketika keindahan membuat seseorang menjadi gila. And, menurutku orang-orang ideot yang sesungguhnya adalah mereka yang tidak lumrah dalam menjalani kehidupannya. Tidak apa adanya. Dan selalu dibuat agar seperti ini, seperti itu. Orang-orang ideot adalah mereka yang dilalaikan oleh dunianya. Orang-orang ideot adalah mereka yang kufur.



Sekian. Semoga bermanfaat ya.
You can visit to Ponorogo, if you want to know about Karangpatihan Village. Or you can visiting link www.karangpatihan.com/

Komentar

Postingan Populer