Tersentimental #1

Entah kenapa, gak tertarik sama sekali dengan pembicaraan yang sudah bisa ditebak. Sesuatu yang terlalu rumit dan harus di-kepo-in, itu menurutku gak penting.

Memang kehidupan orang itu bermacam-macam, memiliki cerita unik atau cerita sedihnya masing-masing. Dan seperti informasi yang barusan kudapat. Bahwa seseorang harus menghabiskan waktu, tenaga, dan uangnya hanya untuk belajar bahasa di negara lain selama beberapa waktu untuk sebelum menuju ke perkuliahan yang menjadi tujuannya. Aku tahu untuk membahas ini, gak penting sama sekali. Tapi satu kata untuk mengomentarinya adalah terserah. Iya. Terserah mau memilih jalan yang seperti apa. Itu sudah menjadi jalan yang dia pilih. Dan itu benar-benar urusan dia, untuk berkomentar panjang tentangnya kurasa terlalu berlebihan. Apa lagi sampai di keruk kebagian dalam-dalamnya. Apa tidak ada hal yang dapat dibahas selain itu? Misal bahas negara kita yang sedang ambur adul, bagaimana peran kita sebagai (yang sudah) mahasiswa untuk mengambil bagian? Atau membahas lainnya yang lebih bermanfaat untuk kita sendiri, utamanya. Memang banyak orang yang tidak mengenali dirinya sendiri, dan lupa berkaca.

Aku gak tahu, kenapa begitu sentimental dengan hal-hal yang berbau kependidikan yang rumit. Entah itu peraturannya, atau orang yang ngejalaninya yang terlalu ambil pusing hanya untuk menuruti ekspektasi atau bisa dibilang seleranya yang menjulang tinggi. Atau mungkin memang aku yang hanya biasa-biasa saja terhadap hal yang seperti itu. Sejak dulu, aku sangat malas berurusan dengan pendidikan yang ada di negaraku sendiri. Kalau aku ngerasa, seperti di ombang-ambingkan. Itu waktu masih pelajar. Aku bahkan pernah sampai benci dengan ujian-ujian njlimet yang ada. Makanya akhir menjadi seorang pelajar nilaiku kurang. Sama sekali aku tidak serius dalam menjalankannya. Dan aku biasa saja dengan hal itu.

Sekali lagi aku berbicara mengenai hidup dan berbagai embel-embelnya. Aku diajarkan untuk tidak terlalu tamak dalam hidup ini. Entahlah, aku diajarkan untuk selalu menjadi sesederhananya manusia. Sak lumrahe manungsa. Dari kecil, aku selalu dilatih untuk tidak mudah mendapatkan apa yang menjadi keinginannya. Dan menyadari, apa yang tidak bisa menjadi miliknya akan diganti dengan apa yang menjadi kebutuhannya. Sampai-sampai untuk hal sesederhana boneka, aku tidak bisa mendapatkannya, dulu. Semua berjalan sesuai zamannya. Mungkin aku salah satu orang yang baru menyadari sekarang, bahwa dulu hal yang membuatku kesal adalah hal yang sebenarnya masuk akal dan bermakna mendalam. Memang semuanya itu berproses, aku tidak mungkin menjadi dewasa begitu mendapatkan petuah. Petuah yang diberikan saat aku masih kanak-kanak. Terbiasa menangis, dibentak, dihajar, dicubit, adalah hal yang biasa untuk kebaikan jangka panjang. Baru kusadari, seorang anak akan senantiasa berkembang pikirannya, dia akan menyadari manfaat dari apa yang telah dilakukan/diberikan oleh orang tua, kepadanya. Aku memang baru menyadari akhir-akhir ini.

Dan aku bersyukur, orang tuaku adalah orang yang tidak neko-neko. Aku gak bisa bayangin dengan karakterku yang seperti ini sampai di paksa untuk ini itu. Harus begini begitu. Di paksa untuk menjadi...! Itu hal yang sama sekali tidak bebas. Sesak. Dan kerja rodi sekali. Tapi semua di bentuk dari lingkungan yang paling dekat, yakni keluarga. Tentu saja, berbeda-beda perspektif, sekali lagi. Dan hidup ini hanya sementara, untuk apa kita menjadi tinggi di dunia namun rendah di akhirat. Aku tahu ini hal yang berat, tapi pasti ada saja jalan untuk tetap menjadi sederhana dan tetap berada di jalanNya, selama kita masih meminta untuk selalu dituntun.

Dan sekali lagi, kita tidak perlu ikut campur kehidupan orang lain. Kecuali kita diminta untuk membantu hal-hal tertentu.

Meskipun aku pernah melakukannya. Tapi aku masih berusaha untuk menutup mulut untuk hal yang berhubungan dengan urusan orang lain/pilihan orang. Dan menutup telinga saat aku berjalan pada suatu pilihan dan orang membicarakan (hal ini jarang), setelah disadari dengan tidak ikut campur, kita juga tidak akan diikut campuri. Egois ya? Idealis ya? Yaaa, namanya karakter manusia. Aku mengakui, dan hanya seperti inilah saya.


02.55 WIB
Selamat sepertiga malam.

Komentar

Postingan Populer