JAUHKAN NIAT DARI NAFSU MUSLIHAT

Bismillah...

Assalamu'alaikum Warahmatullah...

Sesungguhnya hati kita selalu memerlukan motivasi dan pencerahan dalam mengarungi kehidupan. Menjalani hari demi hari, kadang iman kita naik membumbung sangat tinggi, kadang turun menukik dengan drastis. Setiap hari ada saja yang membuat hati kita bergeser dari titik koordinat keimanan ke arah negatif. Untuk selalu berada dalam puncak kestabilan iman, memang sulit. Namun, paling tidak, kita berusaha agar saat iman kita turun, tidak terlalu drastis sehingga tidak menyusahkan kita untuk naik lagi.

Setiap waktu, setiap hari, kapanpun kita mengerjakan/melakukan sesuatu pasti karena niat. Kenapa niat? Sebab dengan niat, maka di situlah keimanan turut ikut dalam perjalanan. Jika tidak maka apa yang kita lakukan itu sama sekali tidak memiliki nilai. Nilai yang aku maksud adalah nilai yang mungkin memang tidak tampak secara langsung. Tidak kasat mata. Nilai tersebut akan menjadi poin yang penting di buku catatan amal kita. Nilai yang bisa kita sebut sebagai hasil dari ibadah. Apapun kegiatan yang kita lakukan, apapun hal yang kita kerjakan, sudah semestinya menjadi suatu ibadah. Sebab jika tidak, maka semua itu jelas adalah sesuatu hal yang sementara. Kenapa sementara? Karena itu semua adalah duniawi. Hal yang kita jalani proses dan kita nikmati hasil hanya di dunia saja. Hanya saat kita masih hidup saja! Sedangkan kita tak pernah tahu sampai kapan kita hidup. Kita sama sekali gak bisa mengira-ngira, mengukur, ataupun menimbang sampai kapan kita bisa hidup dan kapan kiranya kita mati. Kita tidak bisa apa-apa. Sungguh kita sama sekali bukan apa-apa. Kita-manusia-hanyalah sesuatu yang kecil dan lemah tanpa Rabb-nya selaras dengan sayap laron yang beterbangan, nanti.

Niatku menulis tentang niat adalah juga untuk menasehati diriku sendiri. Di awal tahun 2018 ini sudah saatnya memperbarui niat kembali. Kadang niat-niat yang sudah tertata rapi bisa berserakan, di sleding banyak hal yang membuat semua rencana buyar, ambyar. Atau mungkin sudah ada niat tapi masih rapi saja sampai berdebu, dan menghilang diterpa banyak hal, belum sampai terealisasikan. Umurku hampir kepala dua, ini sudah bukan waktunya untuk bermain-main, bercanda, dan eglah-egleh. Atau mungkin malu-malu, ragu-ragu, dan takut. Pasti ada hal-hal itu. Tapi niat yang kuat, niat yang diikuti dengan keimanan. InsyaAllah, dia akan berjalan, menggerakkan akal, perasaan, dan raga. Hal itu juga yang akan menyuburkan ranah jiwa, menumbuhkan bakal kebaikan-kebaikan. Semoga. Innamal a'maalu binniyyat, sesungguhnya amal itu tergantung niatnya. 

Intinya, apapun yang kita niatkan, semoga tak melupa bahwa semata-mata untuk mengharap ridho Allah SWT. Jika sudah begitu, maka tidak akan ada lagi keraguan. Sebab harapan-harapan adalah kepada Yang Maha~ yang memiliki segalanya. Seharusnya kita sadar bahwa semua sudah diaturNya. Lalu untuk apa lagi kita meresah, menggundah, dan gelisah? Bayangan-bayangan menakutkan pada pikiran kita hanyalah fana. Yang sesungguhnya itu bisa saja muslihat setan (musuh nyata kita). Tentu saja kita sendiri yang bisa melawannya. Kita tidak bisa meminta tolong orang lain. Merengek pada orang lain. Kita sendiri yang tahu.Dan kita sendiri yang mampu menghancurkannya.

Lalu bagaimana dengan nafsu? Kita manusia. Kita punya nafsu. Kita juga boleh menggunakan nafsu. Bahkan kita bisa menjadi tidak normal jika tidak ada nafsu. Kita bukan malaikat. Tapi nafsu-nafsu itu ada porsinya. Dia memiliki porsi pada hal-hal tertentu. Harus digunakan jika memang perlu. Jika tidak perlu dan digunakan, itulah nafsu yang lagi-lagi dari tipu-tipu bisikan musuh kita. Setan!

Nafsu bisa saja menjadi penghalangan niat. Yang awalnya niat itu sudah benar, karena nafsu yang tiba-tiba datang menjelma jadi sebuah keinginan yang saaangat kuat. Bahkan keinginan itu sampai menggebu-gebu, sampai tidak bisa masuk akal lagi, sampai membuat orang lupa diri, dan sampai membuat orang melakukan segala cara untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya atau dengan kata lain mencapai puncak nafsu tersebut (my opinion). Padahal dari segi keadaan, dari segi kondisi, semuanya terasa ngeden (baca: ngotot/maksa/ngejan) pokoknya itu~ bahkan tak jarang sampai menghalalkan segala cara. Haramnya sudah terkubur dalam-dalam. Semua terasa halal. Kayak kamu keadaan lapar banget dan makan daging babi (for muslim/at) how? Kamu pilih mati atau tetep makan? Kalau aku sih gak pilih. Itu perumpaan neko-nekoku aja. Hehe. Istighfar-lah ya! Jangan neko-neko kayak pertanyaanku tadi. Jangan turuti keinginan yang bikin kamu sampai menghalalkan segala cara. Itu nafsu menurutku. Even though, itu terlihat seperti semangat untuk meraih sesuatu. Tapi sangat memaksa. Dan menurutku, sesuatu yang dipaksa itu gak baik. Baik sih, untuk hal-hal tertentu yang khususnya juga buat kebaikan. Intinya, pahami betul antara kebutuhan, keinginan sampai dengan nafsu. Kalau kalian sering bermuhasabah, berdiam diri dalam dzikir, dan berhikmah memaknai semua kejadian yang menimpa kalian selama sehari saja misal. Kalian bisa sadar, sebenarnya apa sih yang kulakukan barusan? Benar gak sih kalau aku kayak gini? Terus besok aku harus gimana? Gitu.

Nah, intinya dua hal itu (Niat dan Nafsu) memang beda. Ya lah beda. Tapi bisa juga menjadi saling membutuhkan. Istilahnya kayak mutualisme gitu. Bisa gak sih? Iya bisa contoh simpelnya, kalian makan. Kalian niat makan itu untuk apa? Setelah jelas. Kalian kan makan harus ada nafsu, kalau gak nafsu makan, mana bisa makan? Nggak kan? Padahal makan itu kebutuhan. Kalau berlebihan juga jadi salah. Semua memang ada porsinya. 

Contoh lain. Ada sih. Tapi aku capek nulis. Belum makan pula. Pokoknya, jauhkan niat baikmu dari nafsu setanlah. Misalnya... kalian pikirkan sendiri sajalah. Kalian sudah bisa berpikir bukan? Gimana sih... Ya sudahlah. Semoga bermanfaat.

Wassalam...

Komentar

Postingan Populer