Tersentimental #4; Pengakuan

Bismillah...


Beberapa waktu yang telah terlewati dengan (entah) baik atau tidak baik. Yang jelas semua sudah dijalani, ya jalani saja. Bukan dihindari dan diabaikan. Kita tentu tidak ingin menjadi pengecut yang tidak mau menerima kenyataan bahwa masalah itu selalu ada, kita juga tentu tidak bisa menghindari apapun yang ada dihadapan kita, karena sesungguhnya apa-apa yang ada dihadapan kita adalah sesuatu yang akan kita lewati. Meskipun memilih jalan yang berbeda, emm... jalan pintas, agar kita bisa lepas dari hal yang tidak ingin kita hadapi. Bisa. Tapi kita akan bertemu lagi dengan sesuatu yang kita hindari tersebut, entah kapan. Yang pasti, waktu tidak mungkin akan mundur, waktu akan terus maju. Tapi kita yang kadang berjalan mundur dan enggan untuk maju. Waktu berjalan, dan kita hanya diam.

Tak terasa sudah sampai Jumadi Awal 1440 H, ya, 2019 M.
Rasanya semua biasa tapi juga berubah. Biasa karena memang belum ada yang begitu membuatku merasa puas (karena sejatinya memang manusia tidak akan pernah puas), dan berubah karena akan bertambah banyak hal yang harus dipikirkan (sebenarnya memang selalu banyak sejak dulu) sehingga daya berpikirku akan semakin ngoyo. Baik. Aku mungkin harus lebih arif lagi dalam menyikapi berbagai hal 'apapun'. Tapi nyatanya, belum.

Akhir-akhir ini aku sedang mencoba menata semuanya meski (lagi-lagi) itu masih dalam angan-anganku. Nyatanya, aku justru sibuk bertanya-tanya tentang konflik-konflik yang terlihat biasa saja tapi sebenarnya semua saling berkontemplasi //gaya bgt bahasaku. Aku mempelajari hal yang aku tertarik terhadap-nya. Hanya itu. Terlepas dari keuntungan apa yang aku dapat. Aku hanya ingin selalu belajar. Kemudian aku bisa mengubah sesuatu. Aku ingin suatu perubahan, yang berawal dari diriku sendiri terlebih dahulu.

Baik.
Aku ingin membahas sesuatu yang sebenarnya penting juga untuk kita lakukan. Yang selama ini ternyata ku-alpha-kan. Tentang sebuah 'Pengakuan'. Hal selama ini memang jarang terpikirkan olehku. Tapi juga sebenarnya tak jarang sering kulakukan.

Setiap di antara kita memiliki cara, proses, tujuan, dan jalan masing-masing. Tentu aku, kamu, dia, mereka, semua akan berbeda. Aku tahu. Jadi di sini aku ingin mengakui tentang diriku sendiri. Yang mungkin akan berbeda denganmu. Jadi, setiap pengakuan yang diucapkan oleh seseorang bukan semata-mata itu untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah yang terbaik atau yang terburuk. Tapi semua itu adalah 'Kejujuran' yang mestinya kita tanamkan selalu dalam diri sendiri. Apakah sampai saat ini kau sudah mampu jujur terhadap dirimu sendiri? 

Ya. Di saat-saat seperti ini, sulit untuk mencari kejujuran. Sangat amat langka. Setelah aku berselancar ke mana-mana, hal yang paling sulit untuk dicari adalah kejujuran. Semua orang selalu berkamuflase. Banyak orang yang tidak ingin dirinya yang sesungguhnya terlihat. Semua hal seperti fana, tidak ada yang tampak pure, dan aku mulai melihat semua hal seperti itu. Sangat sulit untuk mempercayainya. Inilah memang, tanda akhir zaman.

Baiklah... baiklah... kalimatku terlalu melebar.

Kembali ke 'pengakuan'.
Pengakuanku untuk tahun ini...

Yang pertama aku tidak mampu benar-benar menjauhi hal yang sesungguhnya aku tahu itu salah tapi tetap ku lakukan. Hal itu adalah aku harus dekat dengan seseorang, memupuk perasaan padanya, dan aku tidak bisa mencabut perasaan itu begitu saja. Bisa. Tapi aku akan melakukan hal seperti ini untuk kedua kalinya. Dan aku akan menyakiti perasaan seseorang, em, atau mungkin bisa jadi tidak. Yang jelas aku sendiri akan tersakiti juga. Berawal dari kekeliruan ini, aku masih mencari cara agar semua ini tidak terus menerus menjadi suatu kesalahan yang ku akui memang ini pasti tidak akan di ridhoi Allah. Hanya ada satu jalan, yaitu aku harus segera menikah dengannya.

Ya ya, aku tahu menikah bukan hanya perkara "jatuh cinta". Tapi mau bagaimana lagi?
Jadi, untuk persoalan ini. Aku hanya bisa "ya sudahlah". Namanya aku manusia. Fitrahnya aku memiliki rasa-rasa suka terhadap lawan jenisku. Dan segala embel-embel dalam menikmati rasa-rasa tersebut. Meski kadang juga mengganggu. Tapi baiklah, aku terima saja. Yang pasti, aku tidak mungkin menghalalkan segala hal. Sebab Allah melihat semua ini. Sebenarnya aku malu. Dan Allah pun juga sering menegurku dari dalam hati. Nanti dulu. Tapi aku bangor. Gak bisa dibilangin. Pada akhirnya, aku hanya bisa menjalaninya. Sambil bersiap-siap, siapa tahu Allah gak ridho, jadi aku siapkan mental dan tenaga, dan tetap terus mendekat pada Allah. Doi gimana? Doi juga pasrah aja, namanya kita berkeinginan dan tetap Allah yang punya hak untuk menjadikan kita sejiwa atau engga. Eaaa...

Pengakuanku tentang semua itu memang tidak ku ucapkan kepada siapapun. Lidahku kelu untuk mengatakannya. Jadi, aku hanya diam tanpa ada yang bertanya. Kemudian aku menuliskannya seperti sekarang ini. Kadang juga, aku merasa saja ketika ada teman yang bercerita tentang "pasangan belum halalnya" hahaha, merasa aku juga sebenarnya memiliki problem yang hampir sama. Tapi tidak ada gunanya jika aku ikut bercerita. Aku malas untuk terlalu membicarakan persoalan semacam ini dengan orang lain. Hanya dengan menulis saja aku bisa enjoy. Entah juga, tulisan ini akan dibaca sama siapa. Yang jelas hikmahnya di sini adalah bersabarlah untuk mengakui perasaan cintamu terhadap seseorang, sebab tidak ada buah yang manis selain buah kesabaran.

Pengakuanku yang kedua adalah aku masih bingung harus melakukan apa. Melulu yang ku pikirkan adalah bagaimana caranya aku bisa mempunyai income sendiri, aku bisa menabung, dan aku bisa membayar kuliahku sendiri. Dan kenyataannya, aku hanya bisa sampai memiliki uang saku sendiri meskipun tidak setiap waktu, ya, kadang aku masih harus meminta kepada Ibu. Hal yang paling membuatku sesak, aku harus meminta Ibu untuk mengeluarkan uangnya untukku. Sesak sekali rasanya, sampai aku harus mencari udara segar di depan kipas angin di kamar. Se-sesak itu aku sekarang.

Aku tidak tahu, apakah semua sepertiku atau tidak. Yang jelas ini hal yang paling ku pikirkan selama ini sampai aku tidak tahu harus berbuat apa. Dan pada akhirnya membuatku malas untuk berkegiatan lagi. Yang sebenarnya itu salah. Harusnya kan aku aktif ya. Nah ini ngga, aku malah tidak ingin berkegiatan. Sosialisasi-ku juga tidak terlalu banyak seperti dulu. Ini salah, ya ku akui ini salah. Tapi mau bagaimana lagi. Aku tidak bisa memaksa diriku untuk kembali banyak bertemu orang-orang secara langsung begitu saja. Aku butuh seseorang, atau mungkin tempat baru. Semua hal ini belum ku temukan jalan keluarnya selain aku harus memaksa diriku sendiri. Tapi sudah terlampau lama. Aku justru ingin suasana baru. Ya, sejujurnya aku ingin pergi dari kota.

Ingin sekali rasanya untuk berhijrah. Menghadapi masalah baru, yang memaksaku untuk harus mencari solusi dan segera bergerak. Terlalu nyaman untuk menetap di tempatku sekarang ini. Meskipun sebenarnya, musuhku, masalahku, dan hal yang menjadi gangguanku adalah diriku sendiri. Ya, diriku sendiri.

Ku akui, semuanya bersumber dari diriku sendiri.

Sebenarnya aku yang selama ini menyukai kejujuran justru yang paling berbohong kepada diriku sendiri. Bukan untuk segala hal. Hanya beberapa. Tapi tetap saja, ku rasa pengakuan itu perlu. Sangat perlu. Untuk melihat dan mengenali betul, siapa, bagaimana, dimana, mengapa, apa, dan kapan kita (Lah 5w+1h?)

Harapanku, aku bisa segera melakukan sesuatu yang lebih besar. Setidaknya, sekarang dan sama dengan sebelumnya aku hanya bisa menyampaikan sesuatu di lingkaran-lingkaran kecil. Aku hanya bisa mengajarkan seseorang atau sekelompok orang untuk hal yang tidak diketahuinya. Bertabligh. Meski terkadang aku merasa belum maksimal melakukannya.
Hanya itu.

Kesimpulannya, kejujuran itu bukan hanya kita kepada orang lain. Tapi juga kita terhadap diri kita sendiri. Dan akui-lah segala hal yang memang kamu miliki atau tidak kamu miliki, yang bisa kamu lakukan atau yang tidak bisa kamu lakukan, dsb.

Sekian :)

Komentar

Postingan Populer