Terlalu Baik

Bismillah...

Sesaat mengingat semua tentang segalanya di awal. Ku kira akan lebih menenangkanku. Nyatanya tidak sama sekali. Justru aku semakin selalu berpikir untuk menepi dari perjalanan ini. Aku juga sempat beranggapan bahwa perasaankulah yang terlalu menggebu padanya. Setelah semua hal ku lakukan, yang semestinya tidak semua hal ku lakukan. Tapi aku, aku, ya aku, aku tidak merasa mendapat sesuatu hal yang istimewa selain kalimat pembuai rasa dalam benakku.

Lambat laun...
Aku semakin mengerti dan memahami, bahwa aku yang keterlaluan. Aku yang mestinya menyalahkan diriku sendiri. Aku yang sembrono tentang semua ini. Dan aku harus menerima semua risiko atas apa yang ku tanam sendiri.

Tidak selalu...
Menyalahkan seseorang itu harus dilakukan setiap kita merasakan kekecewaan. Rasa kecewa yang semakin nampak jelas di hadapanku ini, adalah bentuk sadar betapa aku banyak melakukan semuanya untuk seseorang. Aku berbaik hati. Dengan rendah hati, aku mengakui bahwa, "aku terlalu baik padamu". Aku bukan bermaksud untuk mengingat kebaikanku sendiri. Tapi betapa selama ini aku berpeluh dan menangis sendiri atas perasaan-perasaanku sendiri (padamu), tanpa (mungkin) tak dipedulikan olehmu. Bisa saja, ketika aku tak meminta sesuatu. Tiba-tiba kau memberi. Kemudian kau menganggapku tidak menghargai dengan menorehkan kalimat, "siapa yang menyuruhmu seperti itu? aku tak memintanya". Sungguh, betapa aku tidak tahu diri dan terlampau keras hati.

Mungkin...
Ada saja jawaban atas pertanyaan dan pernyataan yang dibuat orang lain untuk kita. Tapi jawaban itu tak lain hanyalah alasan-alasan kita saja. Kita bisa melakukan segala hal, jika kita tidak memberi ruang kepada mulut kita untuk beralasan. Tapi dengan adanya alasan yang ada, kita bisa tahu seberapa kesungguhan.

Lantas...
Bagaimana aku harus menyikapi perasaanku? Apa yang harus ku katakan kepada diriku sendiri tentang rindu? Ternyata, aku mulai mampu meredakan semuanya. Meski terkadang aku tak mampu untuk menahan diri untuk tidak menuliskan apa yang ada di benakku. Karena memang inilah aku, seorang aku yang seperti ini adanya. Yang terkadang sulit menerima dan memberi. Perasaanku adalah ilusi yang ku buat sendiri, kadang aku tidak bisa mengendalikannya sebab aku hanyalah manusia, kadang aku begitu tangguh untuk mengendalikannya sebab aku yakin pada Tuhan. Aku tidak bisa menjadi independen terhadap perasaanku sendiri. Campur tangan oleh tangan yang tak akan pernah terlihat akan selalu berperan. Perasaanku kini, sungguh ku pasrahkan. Tanpa ku mau peduli kembali. Jika memang akan hilang, biarlah. Jika memang akan bertahan, syukurlah (kau). Maka hari ini jika yang datang dan menjadi harapan belum sesuai yang hati rindukan, tidak apa-apa. Dengan pertolongan Allah Yang Maha Besar, ku katakan, "tidak apa-apa jika memang bukan dia yang akan menjadi penawar kerinduan".

"Daun yang jatuh akan tergantikan dengan yang baru. Yang berlalu pasti ada yang baru"

Entah yang datang orang lain yang baru atau dia datang dengan pribadi yang baru. Bagaimanapun itu, Allah Maha Menyayangimu.

Rela...
Setelah perjalanan yang kata(mu) cukup jauh. Aku semakin ikhlas untukmu. Jika memang hati ini bukan dermaga tempatmu tuk berlabuh. InsyaaAllah, sekali lagi, dengan pertolongan Allah. Aku akan mengikhlaskan perasaan ini tak menemui harapannya. Aku yakin perasaan yang lebih lembut lagi akan hadir di benakku menemui seseorang yang perasaannya pun sama.

Sadar...
Memang dua insan yang bertemu bukan untuk menunjukkan bahwa keduanya sama. Melainkan untuk melengkapi dan menggenapkannya. Tapi aku belum tahu, mengapa aku selalu merasa hanya aku yang benar-benar berperasaan untuk(mu). Setelah hal itu selalu menggangguku sampai saat ini. Aku akan berusaha untuk menghentikannya sampai aku normal kembali. Akankah aku harus benar-benar melupakanmu untuk beberapa waktu?

Pergi...
Untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa kau juga yakin. Aku benar-benar tidak ingin jika terulang kembali, patah hati yang terjadi. Aku lelah. Aku lelah. Aku lelah. Aku lelah harus menjadi baik. Aku tidak bisa untuk tidak menjadi terlalu baik. Betapa aku ingin pergi. Melepaskan diriku sendiri. Menjadi seseorang yang tidak merasa tersakiti. Sedangkan, banyak ku lihat betapa banyak wanita yang begitu mudah menyakiti. Aku ingin selesai, sejujurnya, aku, ingin selesai.

Bisu...
Enyah tak tergapai kembali. Aku benar-benar ingin menjadi bisu padamu. Aku tidak ingin mengucapkan apa-apa lagi. Dan aku benar-benar tak ingin kau tahu bagaimana rumitnya perasaanku. Yang tak pernah kau usahakan untuk mengerti, yang tak pernah mau kau pahami, dan mungkin tak pernah akan kau perbaiki.

Aku ingin bisu padamu...

Komentar

Postingan Populer