Lo Halo 2020 M!

Mengawali dengan Bismillah, melanjutkannya dengan Alhamdulillah, dst, dst, sebab masih diberikan kesempatan untuk bisa melakukan segala hal (yang baik dan benar) insyaaAllah, utamanya "Alhamdulillah, masih bernapas sampai pagi ini".

Tidak ada yang istimewa, waktu hanya akan terus semakin berkurang. Rasanya semua begitu cepat berlalu dan ditambah muncul perasaan khawatir, risau, dan banyak lagi rasa-rasa yang tidak perlu disebutkan satu/satu. Apakah hanya aku yang merasakannya?

Ku lihat masih banyak yang berbangga-bangga menyicipi aroma pergantian tahun Masehi dengan trend  yang sangat amat duniawi. Masih banyak orang yang melenakan dirinya sendiri, entah sebagai pelipur atau memang begitu adanya. Beberapa ada yang memiliki perspektif yang baru dan berbeda. Terlebih mengenai RESOLUSI. Ada lagi yang bodoamat masih untung besok bisa bernapas - hidup. Berbeda-beda makhluk dunia menyikapi pergantian tahun ini; jadi sepertinya wajar saja, sebab kemampuan dan pola pikir sungguh amat berbeda.

Biasanya...
Datangnya tahun baru identik dengan hal-hal yang berhubungan dengan; perbaikan diri, rencana baru, kembang api, BBQ-an(?) Pokoknya yang kesannya bahwa tahun baru Masehi itu begitu menyenangkan dan menggembirakan. Padahal sebenarnya apa sih makna dari semua kegiatan di malam tahun baru itu?

Disclaimer, bukan bermaksud untuk masuk ke ranah yang lain - selain untuk menyampaikan sebuah sudut pandang mengenai waktu. Sebab sejauh mata memandang dan roda berputar; tidak ada kesadaran akan nilai dan makna tentang bertambahnya angka tahun, tradisi masih berlanjut sedang edukasi semakin surut. Tidak ada yang berubah pada sesuatu yang semestinya diubah (menjadi lebih baik).

Yang seharusnya muhasabah setiap hari menjelang tidur, kenapa mesti menunggu tahun baru? Yang semestinya mengulang solusi untuk suatu permasalahan yang belum tuntas, kenapa mesti nunggu tahun baru? Yang harusnya segera membuat rencana alternatif, kenapa nunggu tahun baru dulu? Yang seharusnya menjadi pribadi leeebih baik lagi, kenapa sih harus nunggu tahun baru dulu?
Bukannya bertambahnya tahun justru berarti waktu kita semakin sedikit ya? Hampir sama kayak, misal; ada tugas, batas mengumpulkan pukul 07.00 - otomatis kita harus mengumpulkan sebelum pukul 07.00 'kan? Bedanya, kalau tugas kita bisa tahu kapan batas kita, nah kalau untuk memperbaiki dan mengubah diri menjadi lebih baik? Apakah kita tahu kapan batas usia kita? Tentu saja tidak. Lalu, kenapa justru kita bisa happy-happy? N' we can said, "Happy New Year?"

Entahlah...
Tradisi-tradisi seperti itu semoga tidak mendarah daging di generasi Islam berikutnya. Bahwa pergantian tahun bukanlah hal yang istimewa dan tidak perlu melakukan perayaan-perayaan tertentu. Untuk apa? Jika nyatanya, waktu kita semakin berkurang bukan bertambah.

Ada baiknya memang mensyukuri bahwa kita masih bisa diberi kesempatan hidup, tapi alangkah baiknya lagi kalau kita benar-benar menyadari dan mengevaluasi waktu-waktu yang sudah terlewat sebelumnya dengan segala macam kesalahan-kesalahan yang mungkin masih alpa, untuk dibenahi sebagai persiapan menuju masa depan yang lebih berkualitas lagi. Atau mungkin ada yang memiliki rencana-rencana (mean: goals) yang sangat banyak, kemudian barangkali bisa tercapai semua. Dan akan membuat goals baru lagi (?) Atau semua goals tidak ada yang tercapai namun justru ada masalah yang muncul dari proses-proses pencapaian. Biasanya ke-semua-nya itu disebut RESOLUSI.

Jadi, apa sih sebenarnya RESOLUSI itu? Gimana sih RESOLUSI itu?

Dari tulisan seorang Akademisi Psikologi, Zein Permana, menyebutkan bahwa Resolusi ternyata bukanlah rencana dan target pribadi yang didasarkan atas keinginan dan harapan atau daftar barisan capaian yang seolah harus dilaksanakan, sedangkan jalannya takdir dan kehidupan sepenuhnya ada dalam kuasa Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Resolusi ternyata sederhana, se-sederhana;
Re = mengulang atau menghadirkan kembali. Solusi Hal-hal yang menjadi jalan keluar (solusi) atas permasalahan yang terjadi selama ini, sehingga Resolusi bukanlah membuat janji yang di dalamnya tidak melibatkan Sang Maha Mengetahui, yang paling tahu skenario terbaik apa bagi kita di setiap tahunnya. Resolusi rupanya se-sederhana menghadirkan kembali solusi-solusi apa yang bisa menjadikan kita kembali menjadi diri kita.

Lalu menghadirkan solusi yang seperti apa yang tepat? Apa solusinya? Atas permasalahan apa?

Rupanya,
Resolusi yang tepat bukanlah memanjang-manjang daftar janji melainkan sederhana sekaligus rumit yaitu kembali menghadirkan yang paling bisa memberikan solusi atas apa-apa yang nanti kita hadapi di tahun yang sekarang maupun yang akan datang, yaitu menghadirkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Sang Maha Kuasa, Sang Maha Mengetahui dalam setiap jejak langkah kehidupan yang kita tapaki.

Bukankah sebaik-baiknya urusan adalah urusan yang mendekatkan kita padaNya? sebaik-baik kejadian adalah yang paling mendekatkan kita padaNya? sebaik-baik aktivitas adalah yang paling mendekatkan kita padaNya? dan sebaik-baik capaian adalah yang paling mendekatkan kita padaNya?
Intinya, menghadirkan Allah di setiap waktu.

Sudahkah?

Maka dari itu, mumpung masih ada waktu, mumpung masih dikasih kesempatan sepertinya (sebab kita masih bisa bernapas sampai saat ini) untuk menyadari segala hal yang tampaknya perlu untuk dibenahi, ditinggalkan, atau diubah. Adakah?

Khususnya, teruntuk diriku sendiri.
Masih banyak sekali hal-hal yang memang harus ku perbaiki bahkan ku ubah. Sebab setelah ditengok dan dievaluasi kembali tampaknya tahun lalu aku tidak terlalu banyak melakukan hal bermanfaat. Kalau diukur dan dilihat dari kurva. Semakin masuk ke bulan-bulan di akhir tahun semakin menurun kurva produktifitas. Entah apa yang menyebabkan yang pasti satu hal "malas". Dan malas itu hanya kita sendiri yang bisa menanggulanginya, ya, malas memang seperti bencana. Memporak porandakan jalan kehidupan kita. Tidak ada yang kita lakukan, tapi sesungguhnya kita sedang dihancurkan oleh rasa itu. Malas! Hingga akhirnya terlalu banyak rencana, tapi geraknya sangat minim. Padahal minim gerak justru membuat kita kelelahan tetapi juga tak menghasilkan apa-apa. Kenapa lelah? Karena tidak ada keseimbangan antara pikiran dan raga. Pikiran bekerja dengan keras untuk memunculkan ide-ide, tetapi raga tidak mau bergerak sama sekali. Timpang bukan? Akhirnya mental kita down, suruh mikir aja, gak ada action-nya. Biasanya hal ini terkenal dengan sebutan "Mager-i-sa-tun."

Yang kedua, masalah finansial. Masalah baru, beda sama malas (masalah lawas).
Rasanya harus benar-benar bisa menimbang-nimbang antara keinginan vs kebutuhan. Sebagai seorang mahasiswi (akhir) Akuntansi harusnya bisa menggunakan ilmu yang sudah didapat terlebih dalam hal keuangan. Money History-nya itu harus menarik, menariknya karena bisa mengandung nilai dan makna, berguna sebagai solusi atas kisah-kisah keuangan yang suram, sebagai gambaran yang baik yang bisa dicontoh untuk kehidupan sekarang maupun ke depannya nanti. Amin.

Yang ketiga, adalah asmara.
Biarkan ku pendam sendiri. Bilamana ada hal yang mungkin ku rasa bisa kau resapi maka akan ku bagikan nanti kisahku bersama seseorang yang bernama Pujaan Hati. Sekian.

Dan masih banyak lagi...

Mulai sekarang, berpijaklah pada bumi, hadapi kenyataan hidup dengan penuh ridho. Abaikan yang tak penting, rajut kembali yang terurai, ubahlah apa yang perlu diubah dan perbaikilah apa yang perlu diperbaiki. Karena bagaimanapun juga, sungai kehidupan harus terus mengalir.

Karena tahun hanya berubah angka, dan kitalah yang harus berubah menjadi lebih baik. -ACT-

Semoga kita senantiasa dilindungi, dituntun, dan diarahkan oleh Allah ke jalan yang membawa keberkahan dan hikmah yang melimpah.
Semangat!  

Komentar

Postingan Populer