Ini bukan Manusia, Ini Malaikat *CERPEN
Terkisah satu keluarga yang sakinah,mawadah,
dan warrahmah. Keluarga kecil yang di dalamnya penuh kebahagiaan dengan segala
kesederhanaan.
Seperti yang
tergambar pada keluarga Khalid.
Khalid al-Hafidz laki-laki yang berbakat dalam
bidang perekonomian, cerdas, dan bijaksana. Saat ini Khalid bekerja di suatu
Bank di kotanya. Jabatannya di kantor adalah sebagai pegawai. Di kantornya ia
terkenal karna kejujurannya dalam bekerja. Dulu Khalid hanya seorang pedagang,
karena kerja kerasnya, kini ia sudah bisa bekerja di perkantoran. Namun hal
tersebut tak membuatnya besar kepala. Ia tetap tawadzu’, dan tak henti-hentinya
mengucapkan rasa syukur dengan apa yang ia dapatkan saat ini. Kini Khalid sudah
melengkapi separuh agamanya.
Sudah hampir satu tahun pernikahannya dengan
Asma’ Zafrida, seorang wanita sederhana, wanita sholihah yang mungkin menurut
Khalid adalah wanita tercantik di dunia. Asma’ sedang mengandung anak pertama.
Kandungannya sudah berumur 8 bulan, sudah hampir melahirkan. Saat itu pula,
Khalid bersiap-siap untuk kelahiran anak pertamanya.
Setiap hari Khalid harus pergi ke kantor, kecuali
hari sabtu dan minggu, seluruh pegawai di liburkan. Ia harus berangkat
pagi-pagi, sampai rumah selalu larut malam. Tugasnya di kantor memang sangat
banyak. Akan tetapi sejak Asma’ mengandung anak pertama, Khalid selalu pulang
lebih awal. Khalid tak ingin meninggalkan istrinya yang sedang hamil 8 bulan
sendirian di rumah. Khalid tak pernah merasa lelah merawat dan mengurus istri
tercintanya yang sedang mengandung. Asma’ pun berusaha untuk tidak selalu merepotkan suaminya. Asma’ sangat
bersyukur memiliki suami seperti Khalid, yang penyabar, tak pernah mengeluh
ketika ujian dan cobaan menimpanya. Menghadapinya dengan penuh tawakal, dan
tetap bersyukur dengan semua nikmat hidup yang ia dapatkan.
Sore itu Khalid dan istrinya sedang menikmati
suasana sore hari, menunggu sang fajar terbenam ke arah barat, merasakan angin
sepoi-sepoi yang menyelemuti wajah, meneguk secangkir teh hangat yang cukup
menenangkan dan melepas penat.
“aku penasaran anak kita, laki-laki atau
perempuan.”
“kenapa harus penasaran sayang?”tanya Khalid dengan
nada yang sangat lembut. “ya penasaran, aku ingin melihatnya!”, “ingin USG? Tak
perlu. Laki-laki atau perempuan kita harus tetap mensyukurinya, yang penting
bayinya lahir selamat kamu juga selamat. Kewajiban kita adalah menjaga titipan
dari Allah, dan selalu bersyukur atas titipan tersebut. Aku ingin ini menjadi
sebuah kejutan.”
Khalid selalu memeberi nasehat kepada istrinya,
Asma’ pun juga selalu mendengarkan, setiap bait kalimat yang di ucapkan
suaminya.
Satu bulan kemudian...
Detik-detik dimana Asma’ harus berperang dalam maut, ia melahirkan
anak pertamanya. Saat itu perasaan Khalid seperti diguncang ombak yang besar,
matanya tak kuasa melihat perjuangan istrinya melahirkan anak pertama. Khalid
benar-benar ingin mendampingi sang istri, ia tak ingin meninggalkan Asma’,
meskipun Asma’ juga sudah di dampingi oleh ibunya.
Saat itu Khalid
seperti berada dalam atmosfir yang berbeda, ia tercengang beberapa saat, ada
rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh darahnya, dan tak bisa di
hentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker.
Beberapa jam kemudian...
Terdengar suara tangisan bayi. Khalid terkejut,
“Selamat bapak-ibu, bayinya laki-laki dalam keadaan sehat”, “Alhamdulillah, yaa
Allah”. Khalid sangat bahagia, lengkap sudah hidupnya, di karuniai anak
laki-laki yang sehat. Saat itu Asma’ sadar dengan wajah penat, senyum Khalid
yang pertama tertangkap oleh matanya, Khalid menangis, menggenggam tangan Asma’
dan mendekap kedadanya, mengucap syukur berulang-ulang dengan airmata yang
meleleh.
Dua belas bulan
kemudian, Khalid dan keluarganya sangat bahagia, selama ini belum ada yang
mengusik kehidupan mereka, selama perjalanan hidupnya dari hari ke hari, bulan
ke bulan, Khalid belum mendapat masalah sedikitpun. Anaknya pun kini sudah
berumur satu tahun.
Kriingg...kriinggg...
Handphone Khalid berbunyi, tertera nama Ust.Imam Fauzan.
“Assalamu’alaikum, Subhanallah Ustadz!”
“Wa’alaikumsalam saudaraku, gimana kabarnya?”
“Alhamdulillah Ustadz, banyak nikmat yang saya dapatkan sampai tak
sanggup menghitungnya. Bagaimana dengan Ustadz?”
“Alhamdulillah saya baik, semoga kita tetap dalam lindunganNya.
Minggu lalu saya ke Madura. Maaf, tak sempat mampir!”
“MasyaAllah, saya sangat merindukan Ustadz.”
“Saya juga rindu dengan antum. Saya dapat kabar dari sobat di
Pondok. Kita akan adakan rihlah ke Singapura beberapa bulan lagi. Antum ikut
ya?”
“Oh..bulan apa? Ya, InsyaAllah saya pasti ikut tadz!”
“InsyaAllah dua bulan lagi.”
“Baik tadz, Terima kasih banyak atas informasinya. Semoga Allah
segera mempertemukan kita. Saya sangat rindu sekali ini, hehe.”
“Hehe, Iya InsyaAllah, dan sama-sama dik Khalid kita memang harus
tetap menyambung tali persaudaraan ini. Kalau begitu saya cukupkan sampai sini
ya? Jangan lupa dua bulan lagi!”
“Iya Ustadz.”
“Wassalamu’alaikum..”
“Wa’alaikumsalam..”
Baru saja Khalid
menerima telefon dari Ustadz yang mengajarnya sewaktu ia berada di salah satu
pondok di kota Madura. Ustadz Imam Fauzan adalah Ustadz kesayangannya, beliau
memang kelahiran kota Madura, tetapi karena beliau membeli rumah di Ponorogo,
jadi harus membawa keluarganya tinggal di Ponorogo. Khalid mendapat kabar dari
Ustadznya bahwa teman-teman pondok mengajaknya untuk bertemu, dan berlibur ke
Singapura. Memang teman-teman pondok Khalid dulu, banyak yang bekerja di Singapura.
Ada yang bekerja sebagai manager perusahaan, direktur, dan petinggi-petinggi
lainnya. Semua teman-temannya memang orang-orang yang berada di puncak
kesuksesan. Khalid ingin sekali bertemu dengan teman-teman pondok. Di masa
mudanya, Khalid memang menghabiskan waktunya di salah satu pondok dikotanya,
sejak lulus SMP ia memang ingin tinggal di pondok.
Satu bulan
kemudian...
Khalid dengan semangatnya bekerja mencari nafkah untuk anak dan
istrinya. Di samping itu dia juga berprofesi sebagai guru mengaji di masjid
dekat kantor dan masjid lainnya juga, Khalid juga aktif dalam berdakwah sejak
keluar dari pondok sampai menikah dengan Asma’ wanita pilihan untuk hidup dan
matinya.
Setiap hari Jum’at
Khalid selalu pulang lebih awal, ia pulang sebelum waktu sholat Jum’at, setelah
selesai sholat Jum’at ia langsung pulang ke rumah berkumpul dengan keluarga
kecilnya, makan siang bersama, dan beristirahat. Saat hendak pulang kerumah,
tiba-tiba ada yang menepuk bahunya, “Assalamu’alaikum Khalid!”, Khalid berbalik
badan dan langsung menjawab, “Wa’alaikumsalam”, Khalid pangling melihat lelaki
yang memberinya salam, dia sejenak meingat wajah yang sudah tak asing lagi
baginya. “Masih ingat gak kamu sama aku?”tanya laki-laki itu pada Khalid dengan
senyuman lebar yang membuat gigi rapinya terlihat jelas, “Subhanallah, Hanu!”,
Khalid langsung memeluk laki-laki muda yang berwajah rupawan itu. “Apa kabar
saudaraku? Ternyata masih di Madura aja kau?”tanya Khalid dengan wajah gembira.
“Aku baik-baik saja, kamu gimana Lid? Sehat kan? Aku dengar, udah punya
momongan ya dirimu.”, “Alhamdulillah, aku dalam keadaan sehat. Iya udah umur
satu tahun hehe.”
Percakapan terus
berlangsung didepan Masjid Al-Muhajirin. Hanu Arrahman, sahabat Khalid dari
SMP. Hanu adalah adik Imam Fauzan, Ustadz kesayangan Khalid. Hanu bekerja
sebagai manager di salah satu Bank di Makassar. “Kau kerja dimana
sekarang?”tanya Hanu. “Aku pegawai di Bank”, “Aku dengar, kau sudah menjadi
manager? Subhanallah, hebat kamu Han!”. Sambil menghela nafas, Hanu menjawab,
“Ya gitulah Lid, sebenarnya aku sangat ingin mengundurkan diri dari sana!”.
Khalid terkejut, “MasyaAllah, kenapa begitu?”, “Aku merasa di Bank adalah
tempat menabung uang plus menabung dosa.”, “Bagaimana bisa?”, “Tiap orang
menabung, pasti ada bunga, bunga itulah yang menjadi sumber dosa. Kau tau kan
apa yang aku maksud. Coba tanyakan ke bang Fauzan. Masa’ belum pernah tau
tentang dasar itu sih kamu?”, Khalid hanya diam, sambil berpikir. “Lalu kenapa
kau tak segera mengundurkan diri?”, “Mau ku kasih makan apa anak istriku nanti,
aku tak ingin karier ku jatuh Lid. Padahal udah tau hukum-hukumnya. Aku emang
masih lemah. Aku sadari itu.”
Dalam
perbincangan, Hanu menjelaskan secara gamblang. Bagaimana hukum-hukum bekerja
di Bank sesuai Syari’at Islam. Sayangnya, Hanu sendiri belum bisa
melaksanakannya. Perbincangan tersebut, berlangsung lama. Khalid seperti
mendapatkan pencerahan kembali. Pada akhirnya Khalid mengerti semua hukum
bekerja di Bank.
Malam itu, ia
berpikir apakah harus mengundurkan diri dari tempat kerjanya atau tidak. Iya
ingin meninggalkan hal yang dilarang oleh Islam, semua ia lakukan karna ia
benar-benar ingin menjadi hamba yang taat pada Rabbnya. Padahal saat ini,
karier nya semakin naik, ia akan segera naik jabatan sebagai manager di Bank.
Saat itu juga, Khalid menceritakan semua yang ia dapatkan hari itu kepada
Asma’. Hari itu, Khalid benar-benar mendapatkan hidayah. Setelah berunding
dengan istrinya. Akhirnya Khalid memutuskan untuk mengundurkan diri dari tempat
kerjanya, ia sudah memikirkannya matang-matang, ia juga tau atas dasar apa ia
melakukan hal yang sudah pasti akan menjatuhkan dirinya.
Keesokan harinya,
Khalid mengajukan surat pengunduran dirinya. Direktur Bank terkejut
dengan hal tersebut. Ia sangat menyayangkan Khalid harus mengundurkan diri,
karna beberapa bulan lagi Khalid akan naik jabatan sebagai manager. Selama ini
Khalid terkenal sebagai pegawai yang jujur, tekun, bijaksana, dan tak pernah
mengeluh dengan pekerjaan berat.
Namun Khalid tak
memperdulikan dengan jabatan atau apapun, ia tetap teguh dengan keputusannya. Dan
apa boleh buat, Direktur menerima surat pengunduran diri tersebut.
Kini Khalid sudah
yakin, ia bisa melanjutkan hidupnya, bekerja dengan pekerjaan yang lebih
membawa banyak berkah bukan menabung banyak dosa yang harus
dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Hidupnya kini sangat sederhana, namun
tetap bahagia.
“Aku melakukan ini demi Engkau ya Allah, aku
tidak ingin bekerja ditempat yang tidak baik untuk kehidupan akhiratku.”ucap
Khalid dalam hati, dengan senyum yang tetap mengembang di bibirnya, dan iman
yang tetap ia pertahankan ketinggiannya. Khalid tetap bertawakal, dan tak lupa
banyak mengucapkan rasa syukur.
Setelah beberapa
hari berlalu, orang-orang disekitar Khalid tau bahwa ia mengundurkan diri dari
Bank. Banyak yang berghibah tentangnya, ada yang berkomentar baik, ada pula
yang berkomentar buruk. Namun hal tersebut di anggap wajar oleh Khalid, ia tak
marah pun juga tak sakit hati, senyum ikhlas dari wajahnya yang selalu nampak
dihadapan orang-orang tersebut.
Kini Khalid
bekerja sebagai pedagang. Ia membuka toko kelontong. Menjual kebutuhan rumah
tangga, hal ini sangat menguntungkan Khalid. Karna disekitar rumahnya belum
banyak orang yang membuka toko kelontong, jadi banyak tetangganya yang datang
membeli kebutuhan-kebutuhan di toko Khalid. Disamping itu, Khalid juga masih
menjadi guru mengaji dan tetap aktif dalam berdakwah. Dengan pengunduran
dirinya dari Bank, sama sekali tak memberatkan kehidupannya. Justru ia merasa
hidupnya kini, lebih menuai banyak berkah, dan bertambah bahagia.
Satu bulan
kemudian,
Saat dimana Khalid harus meninggalkan anak dan istrinya untuk
sementara waktu. Khalid pergi bersama teman-teman pondok untuk berdakwah di
Singapura, dan juga bertemu teman-teman lama disana. Walaupun kini hidup Khalid
sederhana, namun ia tetap bergaul dengan orang-orang hebat dan masih bisa pergi
ke luar negeri.
“Aku dua bulan di
Singapura, jaga anak kita. Jaga dirimu baik-baik.” Khalid berpamitan dengan
istrinya, dan mendaratkan ciuman di keningnnya.
Sampai di bandara,
Khalid bertemu semua teman lamanya, termasuk Ustadz kesayangannya. Khalid
sangat bahagia, ia terlihat gembira.
Di dalam pesawat,
Khalid bercerita tentang semua pengalaman hidupnya sampai saat ini.
Teman-temannya terkejut. Tak menyangka mendengar cerita Khalid yang membuat
temannya merasa iba. Khalid yang kini hidup sederhana, sedangkan teman-temannya
hidup dalam keadaan serba istimewa dan berlebih. Khalid memang orang yang
berbeda dari orang lain. Teman-temannya pun masih heran dengan sifat yang
dimiliki Khalid.
Setelah beberapa jam didalam pesawat,
Khalid dan teman-temannya sampai di Singapura. Disana Khalid
terlihat selalu gembira, dia justru merasa sehat, dan tak pernah mengeluh
dengan rasa lelah yang mengganggunya setelah aktivitas dakwah. Namun, hal
tersebut membuat Khalid semakin bersyukur atas nikmat yang ia dapatkan,
terutama nikmat hidup.
Hari ke hari Khalid lewati di Singapura. Sampai
tak terasa hampir dua bulan berlalu, saatnya Khalid kembali kerumah.
Seminggu kemudian, setelah Khalid kembali dari
Singapura. Hari itu, Khalid merasa tak enak badan. Badannya panas, dan
punggungnya terasa pegal, ia juga merasa mual.
“Abi! Kenapa?”tanya Asma’ pada Khalid, “Tak
apa. Mungkin aku terlalu lelah. Tak apa sayang!” Khalid terlihat letih, wajahnya
penat dan pucat, namun ia menutupi dengan senyuman indah di bibirnya, agar sang
istri tak terlalu cemas.
Sudah seminggu, Khalid belum sembuh juga. Setiap hari ia merasa
mual. Akhirnya Khalid berobat ke dokter, setelah di periksa ia diberi resep
obat. Kata dokter, Khalid hanya terlalu lelah. Padahal selama di Singapura, ia
terlihat sehat dan tak merasa lelah.
Beberapa bulan
kemudian,
Khalid sudah cukup sembuh. Ia mulai beraktifitas kembali. Masih
seperti sebelumnya. Khalid berprofesi sebagai pedagang, berjualan dirumah, di bantu
sang istri sambil merawat anaknya. Hidupnya tetap sederhana, berbeda saat ia
masih bekerja di Bank. Namun ia tetap bahagia. Ia juga tetap aktif mengajar
mengaji, dan aktif dalam berdakwah.
Satu tahun
kemudian,
Malam itu Khalid mendadak mual, ia terkejut
mulutnya mengelurkan darah.
“Astaghfirullah, ada apa denganku ya Allah!”. Asma’ mengetahui hal
tersebut, Khalid lemas, tiba-tiba saja tubuhnya tak mampu lagi untuk bertahan.
Saat itu juga Khalid di bawa ke Rumah Sakit, ia masih mual dan memuntahkan darah.
Dalam fikirnya ia masih mengingat sang pencipta. Batinnya tetap melantunkan
asma-asmaNya, “Tiada Tuhan melainkan
Engkau, ya Allah sesungguhnya hidupku, matiku hanya untukmu. Semua adalah
milikMu, dan akan kembali lagi kepadaMu ya Allah, Allahuakbar..”Khalid
mengucapkannya dalam hati. Namun saat itu, ia tak merasakan sakit apapun. Hanya
muntah darah yang tak kunjung usai. Dokter segera memeriksanya.
Asma’ cukup panik dengan hal tersebut, tak
sanggup melihat suaminya dengan wajah pucat pasi seperti tak bernyawa, tapi
tetap saja Khalid tak ingin Asma’ terlalu cemas, ia tetap tersenyum. Asma’ juga
melihat dan merasakan ketenangan yang Khalid lontarkan melalui senyumannya, “Apapun yang terjadi pada suamiku. Itulah
yang sudah Engkau kehendaki untuknya ya Allah...Dia milikMu ya Allah, aku
percaya Engkau memberi segala sesuatu yang terbaik untuk kami.”, do’a Asma’
dalam hati, dengan rasa cemas, tapi Asma’ berusaha untuk tetap tenang.
Beberapa saat kemudian,
Asma’ menuju ke ruang dokter, “Bagaimana dengan suami saya dok?”,
“Suami ibu terkena radang pankreas.”, Asma’ tersentak “MasyaAllah!”, matanya
berkaca-kaca. Dokter terus melanjutkan penjelasannya,.
Khalid mengidap
penyakit radang pankreas. Penyakit itu memang terjadi secara tiba-tiba, bisa
bersifat ringan atau berakibat fatal. “Apa sebelumnya bapak Khalid, merasakan
nyeri perut yang sangat hebat?”, Asma’ diam sejenak, dia berpikir, selama ini
Khalid memang belum pernah mengeluh ataupun merasakan kesakitan, “Sama sekali
tidak dok, suami saya tak pernah mengeluhkan apapun!”,”Penyakit ini biasanya
mendatangkan rasa nyeri hebat di bagian perut dan batuk, tapi saya lihat bapak
Khalid tidak merengek kesakitan, hanya saja memang muntah darah, dan itu salah
satu gejala.”, “Tapi suami saya tak pernah mengeluh merasa kesakitan dok!”
Dokter sempat
bingung, ini hal yang cukup aneh yang dialami dokter di Rumah Sakit itu. Asma’
berkata dalam batinnya, “Allah menjagamu
dari segala gejala yang akan membuatmu merasakan sakit, Allah benar-benar menjagamu,
Allah tak ingin dirimu merasakan sakit. Subhanallah...”, kelopak mata Asma’
tak mampu lagi membendung air yang keluar deras dari bola matanya.
“Dokter!!!
Dokter!!! Bapak Khalid sedang kritis...”, dokter segera bergegas menuju ruang
UGD. Asma’ cukup berpasrah dengan keadaan Khalid saat itu. Beribu do’a tak
henti-hentinya ia ucapkan.
Saat itu juga
dokter memberi pertolongan untuk Khalid, tiba-tiba saja Khalid sadarkan diri,
membuka matanya dan mengucapkan kalimat Syahadat, dengan suara lirih, “Bapak
Khalid!!! Bapak Khalid!!!”
Tiiiiiii...ttt........
Suara pendekteksi detak jantung berbunyi
panjang. Beberapa menit kemudian, dokter menduga bahwa pankreas Khalid ikut
pecah di dalam tubuhnya, hal ini membuat semua keluarga termasuk dokter yang
menangani Khalid keheranan. Bagaimana mungkin Khalid selama ini tak
menunujukkan rasa kesakitan yang luar biasa, hingga pankreasnya pecah saat ia
sudah tak bernyawa. Kejadian yang luar biasa, yang tak pernah bisa di nalar,
hanya dapat di kagumi bahwa hal tersebut merupakan salah satu tanda
kebesaranNya.
Tertidulah Khalid dengan tenang. Berpulang ke
Rahmatullah, dalam keadaan Khusnul Khotimah, wajahnya menunjukkan ketenangan.
Asma’ sudah mengikhlaskan, Khalid yang sudah berpulang terlebih dahulu. Asma’
tak mau terlalu larut dalam duka. Asma’ sadar tiada duka yang abadi.
Semua sobat-sobat Khalid datang untuk membantu
proses penguburan. Hampir semua menangis, merasa kehilangan, karna terlalu
baiknya seorang Khalid sewaktu hidup di dunia.
“Khalid semoga Allah menempatkanmu
di Surga indahNya, di dunia kau melaksanakan perintahnya, meninggalkan
larangannya walaupun hidupmu yang terkena resikonya, kau tak pedulikan. Kau tak
inginkan dunia ini, cukup kesederhanaan yang kau inginkan untuk dunia. Akhirat
selalu kau fikirkan. Kau seperti bukan manusia, sifatmu layaknya malaikat” ucap Hanu dalam hatinya, air mata
pun meleleh di pipinya.
Khalid seorang yang sederhana, dengan Akhlaq
yang selalu ia jaga agar tak ternodai dengan sifat-sifat buruk. Hidupnya
didunia memang sangat sederhana, bahkan pernah sampai tingkat bawah dalam hal
ekonomi. Dan pada
saat Allah memberinya ujian berupa penyakit, Khalid justru tak merasakan sakit
yang ia derita hingga pada akhir hayatnya. Khalid selalu memilih untuk tetap
Istiqomah hingga sang Pencipta mengambilnya untuk kembali kekehidupan yang
abadi.
Komentar
Posting Komentar