Untuk Kekasih #2

Bismillah...

"Setiap yang hidup pasti akan merasakan mati."
Ayat yang ku sebut di atas, aku memaknainya bukan hanya sekedar untuk sebuah ruh yang ada di dalam raga manusia akan lepas darinya. Raga yang hidup, pasti akan menemui ajalnya. Bukan hanya itu. Ternyata, semangat yang ada dalam jiwa pasti juga akan sempat mati. Gairah seseorang untuk hidup dengan semangat perjuangan akan menemui kematiannya. Hanya bedanya dengan nyawa dalam raga, ianya masih bisa dihidupkan kembali. Bahkan mimpi dan harapan yang ada di dalam benak manusia, akan menemui kematiannya.

Lalu?

Lalu ku pikirkan apa yang menyebabkan mimpi dan harapan seorang manusia bisa mati. Ya, setelah ku pikir sumber dari kematian seseorang (dengan cara hal yang tak ladzim) adalah ianya membiarkan semangat, impian, dan harapannya dalam hidup; mati. Hal yang paling fatal yang pernah ku temui adalah adanya impian dan harapan yang tiba-tiba menghilang dari kehidupan seseorang.

Dan apakah kau tahu, siapa orang itu?
Dia adalah kekasihku.

Bukan, bukan karena aku meninggalkannya. Bukan karena aku berselingkuh dan membuatnya patah hati parah. Bukan karena aku tidak mempedulikannya. Bukan karena apapun yang disebabkan "aku". Tapi karena dia membunuh dirinya sendiri. Iblis mulai menggerogoti iman dan jiwanya. Dia hampir musnah, atau bahkan sudah?

Tulisan ini akan di baca olehnya.
Maka biarkan aku berbicara dengan kekasihku yang jauh di sana, lewat tulisan ini. Maka siapapun yang bukan merasa kekasihku. Bacalah saja dan jangan ikut berbicara.

Baiklah, Kekasihku.
Aku tahu ini berat. Aku sangat memahamimu dari jauh. Dan kenapa aku bisa memahamimu? Karena memang hanya aku. Aku sangat memaklumimu. Dan kenapa aku memaklumimu? Karena aku bisa mengerti betapa sulitnya berada di keadaan seperti yang kamu rasakan saat ini.

Beberapa hari terakhir, Sayang.
Aku tahu hati dan pikiranmu sedang dikoyak dengan ketidakpastian hidup ini. Ahmm, tidakkah kau berpikir betapa terkoyaknya aku selama ini dengan menungguimu dengan energi yang tidak bisa dibayangkan dari mana asalnya? Kamu egois sekali. Tapi ya sudah, aku akan mengertimu kembali. Meskipun aku tidak tahu apa yang terjadi di sana. Aku selalu menghafali setiap kalimatmu. Aku pun mulai bisa merasakan dengan intuisiku, bahwa kamu sedang sangat gundah. Meski lagi-lagi, kamu bilang, kamu sedang baik-baik saja.

Sebenarnya apa yang begitu membuatmu khawatir tentang hidup ini?
Hidup ini begitu singkat, bukan? Coba ingatlah saat-saat berbahagia dalam kehidupanmu selama 25 tahun ini, Sayang. Adakah? Aku yakin, pasti ada. Coba ingat kembali semua itu. Sangat singkat, bukan? Begitupun saat tersedihmu sebelum saat ini. Cepat berlalu, bukan? Semua ini begitu singkat. Bahkan kita merasa tidak ada waktu lagi. Dan akhirnya kita menyerah dan berhenti saja. Padahal dengan singkatnya waktu. Sadarilah Sayang, kita harus terus bergerak. Apapun yang kita lakukan dalam pergerakan itu, asal itu baik dan dengan cara yang benar. Yakinlah, itu lebih baik.

Baiklah...
Coba untuk menyadari bahwa waktu ini begitu singkat.

Setelah melewati masa kuliah dengan baik. Ku rasa itu sudah cukup bisa menjadi penghargaan untuk dirimu. Kamu keren, bisa menyelesaikannya. Jangan, jangan pedulikan berapa lama Sayang. Nyatanya, ijazah yang kita miliki tidak selalu serta merta menyelamatkan kita dari pahit getir perjuangan untuk bertahan hidup. Sebagai tanda saja, bahwa kita pernah bersekolah. Bukan tanda kita pernah berpikir. Kenyataannya seperti itu, kan?

Karena kamu sekolah tinggi-tinggi. Dan orang tuamu yang membiayai. Tapi kamu belum bisa membanggakan mereka saat ini. Kamu merasa sangat tidak berarti. Mungkin, aku bisa memaklumi. Mungkin, aku akan melewati fase seperti itu, nanti. Tapi Sayang, bukankah seharusnya apapun kamu lakukan saja? Bukankah apa yang ada dihadapanmu adalah jalan yang memang sudah di pilihkan untukmu? Baiklah, aku tahu, aku tahu. Aku memang bukan yang merasakan dan menjalani. Ya, aku tahu. Apa lagi yang bisa ku lakukan selain menulis seperti ini? Apa boleh buat, aku harus menulis seperti ini agar kamu tahu apa yang benar-benar ingin ku sampaikan.

Lihatlah...

Kenapa bisa aku melakukan ini semua?

Sayang,
Kita di lahirkan di dunia ini. Bukan tanpa makna. Kamu terpilih di antara ratusan juta sperma. Baiklah, bodoamat ini jorok apa ndak. Kita memang dari sperma, kan? Kita ini ada dari sel yang punya kepala dan ekor dan gak akan kelihatan kalau dengan mata telanjang. Kita dulu berlomba-lomba dengan banyak sel yang masuk ke dalam ruang hampa. Kita bergerak dengan cepat dan fokus untuk menuju bola yang akan Allah jatuhkan pada rahim Ibu. Kita yang akhirnya terpilih untuk bisa menjadi benih yang tumbuh dalam rahim. Kita terus hidup di sana sampai Allah tiupkan ruh sehingga kita sah menjadi makhluk yang bernyawa. Kita harus melewati perjalanan jauh sebelum kita menjadi pemenang, Sayang. Proses itu sangat panjang. Kamu harus menyadari bahwa kamu adalah yang terpilih. Kamu pasti akan membawa manfaat ketika kamu keluar dari rahim Ibu. Bukankah seharusnya kita berpikir seperti itu, Kekasihku?

Kamu ada di dunia ini karena harapan orang tuamu, Sayang.
Beliau berdua sangat mengharapkanmu ada di kehidupannya. Kamu adalah bukti dari dua insan yang saling menyayangi. Kamu ada karena cinta mereka berdua. Kamu terbentuk dari semua hal yang ada pada mereka berdua. Mereka berdua adalah cerminan dirimu, Sayang. Masihkah kamu merasa bahwa kamu tidak bisa apa-apa? Kamu tidak berguna? Kamu menghinakan dirimu sendiri. Kamu pikir kamu lahir dari mana? Bapak dan Ibumu adalah dua orang yang seharusnya hebat di dunia ini di matamu. Tapi kenapa kamu justru merendahkan dirimu sendiri? Mereka bersusah payah, Sayang. Mereka sudah merelakan semua bahkan, Ibu, sudah mempertaruhkan nyawanya untukmu. Kenapa Sayang? Kenapa ketangguhan Ibu tidak kamu jadikan contoh dalam menghadapi semua ini? Sayangku, baca baik-baik... Kamu lahir dari seorang perempuan yang akan selalu tangguh sampai kapanpun. Kamu terdidik oleh seorang laki-laki pejuang yang sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembanganmu, yang kamu panggil Bapak. Lihatlah laki-laki yang kamu sebut Bapak itu. Lihatlah kembali dia. Dia begitu berani menghadapi dunia ini, dia berani bertanggung jawab atas kehidupanmu. Ingatlah bagaimana dia membawamu kesana kemari tanpa mengeluh sedikitpun. Lihatlah bagaimana mereka berdua bisa sekuat itu menghadapi hidup ini...

Coba...
Ambil kendali, Sayang. Sekarang ambillah semua kekuatan itu, rebut ketangguhan, rebut jiwa pejuang yang orang tuamu miliki. Jadikanlah ketangguhan dan kekuatan itu milikmu. Gunakan itu untuk terus bergerak untuk mencapai apa yang selama ini ingin kamu capai.

Kekasihku...
Jangan lagi. Ku mohon jangan lagi seperti hari ini.
Jika memang orang tuamu terlampau kecewa karena kamu tidak segera seperti yang diharapkannya. Baiklah, abaikan. Jangan jatuh, Sayang. Jika memang sudah terlanjur terjatuh. Ayo berdiri lagi, Sayang. Ayo, aku bantu kamu. Ayo Sayang, bangkit kembali. Ada aku, aku akan bantu kamu semampuku. Tapi ku mohon, jangan biarkan dirimu merasa tidak berguna. Sayang, kamu sangat berguna. Kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau. Ayolah. Kamu bisa, kamu harus terus bergerak.

Jangan seperti hari ini, Sayang.
Kamu bertanya, apakah tanpa memiliki pekerjaan aku masih mencintaimu?
Memangnya kamu sudah lupa perjalanan hari-hari, bulan-bulan, dan tahun-tahun ini? Bagaimana kita melewatinya? Bagaimana aku ada? Jangan khawatirkan aku akan pergi. Aku cukup bangga denganmu ketika kamu mau berjuang tanpa menyerah sedikitpun pada hidup ini. Berhenti boleh, mengeluh pun tidak apa-apa tapi ku minta jangan memperburuk dirimu sendiri walau menurutmu memang buruk. Jika kamu menyadari bahwa banyak keburukan itu, maka seharusnya kamu berusaha memperbaikinya Sayang. Bukan menjelek-jelekkannya. Kamu sangat berharga. Kalau tidak berharga, kenapa aku masih mau mengenalmu sampai saat ini? Aku yakin, kamu bisa Sayang. Kamu bisa melewati masa krisismu ini. Aku tidak pergi ke mana-mana, aku masih di tempat yang sama. Aku masih di sini, tenanglah~

Mari kita memperbaiki kerusakan ini Sayang.
Dan tetaplah kuat untuk waktu yang tidak pernah ditentukan. Seberat apapun ini semua. Yakinlah saja, sudah ada yang mengatur. Dan sekali lagi, jangan terus menerus mengolok dirimu sendiri. Aku tidak akan menerima kamu mengolok orang yang aku sayangi selama ini, siapa?, ya kamu itu. Kamu bukanlah orang yang mengolok dirimu sendiri. Maka, kembalilah sadar dan ambil kendali dirimu Sayang. Jangan biarkan dirimu terinjak-injak oleh ketidakberdayaan. Ada bagian dalam dirimu yang sangat baik, selalu membuatmu berani, tangguh, dan kuat. Ya Sayang?

Tidak lupa selalu ku sampaikan kepadamu.
Jangan melupakan Dia, Sayang. Jangan melupakan Yang Maha Memberi. Teruslah menangis dihadapannya, mintalah belas kasihan padaNya, dan jangan bosan untuk senantiasa bersujud untukNya. Jangan pernah tinggalkan Tuhan mu, Sayang.

Maka,
Untuk hari ini saja. Ku tahu kamu menyerah pada pekerjaan yang baru saja kamu dapatkan, yang beberapa bulan ini kamu harapkan. Ku mohon sekali ini saja. Jangan pernah terulang kembali, jangan biarkan ini terjadi lagi, Sayangku.
Dan jangan pernah membiarkan mimpi dan harapanmu untuk mati. Mari kita hidupkan kembali, Sayang. Aku akan membantu untuk selalu menghidupkannya dengan doa-doa yang tak pernah berhenti aku tiupkan agar menjadi pemantik untuk impian-impian dan harapan-harapan kita. Dan kamu juga jangan pernah berhenti untuk meniupkannya.

Kembalilah dulu pada Allah, jika memang ini semua begitu berat untuk dipikul sendirian.
Allah selalu menunggumu kembali, Sayang. Dia yang selalu ada untukmu. Dia yang masih memberimu hidup sampai saat ini. Dia yang menyelamatkanmu dari keburukanmu di masa lalu. Dia yang akan selalu mencintaimu di saat banyak orang meninggalkanmu. Dia yang selalu melihat, mendengar, dan mengabulkan doa-doamu.
Kembalilah padaNya, Sayang.
Menangislah kepada Dia.
Dia lebih Maha Besar dari masalah-masalahmu.
Ya lah, Dia yang memberimu masalah dan Dia yang akan memberimu jalan keluar.
Rayulah Dia kembali dan buatlah kesepakatan denganNya. Mengerti dan pahamilah apa maunya Tuhan, Sayang. Tuhan cukup sering mengerti dan memahamimu selama ini. Ahh, siapa lagi dalang di balik ini semua selain Dia? Maka coba, ajak Dia berbicara berdua saja. Cobalah Sayang...

Sayangku,
Lelakiku,
Kekasihku,
Cukupilah kegundahan dan keresahan itu. Jangan terus menerus berpikir kamu belum membahagiakan orang yang kamu sayangi. Tapi pikirkanlah bagaimana caranya kamu bisa segera membahagiakannya dengan caramu sendiri. Ingat Sayang, caramu sendiri. Kamu bisa, aku yakin. Ah, sudah berapa kali aku menuliskan "kamu bisa, aku yakin"?
Kamu harus menjadi berani, tangguh, dan tidak berhenti berjuang. Lupakan lelahmu, abaikan keburukan yang mungkin ada pada dirimu, dan tetaplah untuk terus memperbaikinya.
Pedih nyatanya, tapi abaikan saja Sayang. Jangan menepikan mimpi dan harapanmu. Jika tidak ada orang yang mempedulikanmu, ada aku yang sangat peduli tentangmu. Jika ada yang mengolokmu, ada aku yang akan memujimu bagaimana pun kamu. Jika semua orang menjauh darimu, ada aku yang selalu menunggu seorang "kamu" di sini, Sayang. Aku menunggumu.

Cerita pahit ini, akan aku ingat selalu Sayang.
Ini hal yang wajar, aku mendapat banyak hikmah dari sini. Jangan merasa ini yang paling buruk di dunia.
Cukup ya. Jangan lagi seperti hari ini, Kasihku.

Baiklah, kita maafkan hari ini.
Selanjutnya kita perbaiki sambil terus berjalan ke depan.

Aku masih di sini.
Tenanglah, Kekasih...

Bapak dan Ibumu akan bangga ketika kamu tidak menyerah dengan keadaan. Dan tidak membiarkan dirimu kalah dengan ketidakberdayaan. Aku yakin dengan begitu, sampai waktu yang telah ditentukan, dan dengan tetap bertahan kamu akan menemukan kebahagiaan itu, Sayang - untuk Bapak dan Ibumu. Yakinlah... yakinlah saja :)

Aku adalah temanmu, sahabatmu, kekasihmu.
Jangan kecewakan aku, ya?
Aku juga akan memaklumimu, jika kamu sedang benar-benar lelah. Tidak apa-apa.

Tidak apa-apa, Sayang.
Tenanglah, tidak apa-apa :)

Komentar

Postingan Populer