Di mana-mana Ada Makna

Bismillah...


Sebenarnya ini cerita bakalan absurd. Tapi setiap pointnya setidaknya ada yang bisa diambil. Everything has something to taking. Setiap hal apapun pasti kita mengambil sesuatu darinya, entah itu hikmah, pelajaran, atau apapunlah. Jadi begini...

Pertama. Jauh-jauh hari sebelumnya, sekitar tanggal 14 Agustus kita dapat kabar gembira karena anak ustadz kita tambah lagi satu, cowo. Penting gak sih? Gak juga sih. Tapi berita gembira perlulah disampaikan. Orang Islam anaknya harus banyak. Ya gak harus-harus banget sih. Terserah. Tapi kalau nanti suatu saat ada perang kan butuh personil banyak, harusnya orang Islam lebih banyak tuh personilnya, walaupun pasti bakalan menang, kan setidaknya kemenangan kita ada buktinya. Makanya jangan mau KB. Kalah pasukan kita nanti di masa depan. Btw aku ngomong apa sih? :D

Ok, baiklah. Di rumah ustadz seperti biasa bincang-bincang ke sana kemari. Yang ujung-ujungnya juga nanyain, "Gimana Lisnadya?". Yang sejujurnya, aku paham tapi gak paham juga, gimana apanya? Mungkin menanyakan aktivitasku. Ya karena temanku yang lain aktivitas rutinnya jelas, tempatnya juga jelas dimana. Sedangkan aku, seperti yang sudah kujelaskan di tulisan sebelum-sebelumnya, aku adalah seorang serabutan. Melas gak sih? Gak juga. Aku mulai pe-de aja. Tapi sambil terus jalan. Lagi pula masih kuliah juga. Gak pengen kuliah pakai biaya sendiri? Ya pengenlah. Tapi ya gimana mau kerja yang penghasilannya lumayan juga belum nemu. Do'ain aja. Rezeki sudah diatur, do'akan akunya agar lebih cekatan, gesit, dan trengginas. Ya begitulah aku selalu ditanyain gitu setiap ketemu Ustadz. Sepertinya memang aku yang lebih kayak bebas aja sih. Entahlah beliau masih memantauku atau tidak, seperti saat SMA dulu. Ya sudahlah ya~

Ustadz saat itu membicarakan tentang Madrasah Diniyah (Madin). Dimana madin saat ini memang sudah agak pudar, menghilang, dan sulit ditemukan di daerah kami. Katanya Madin itu sekolah sore tapi pelajarannya khusus Islam aja. Ada Al-Qur'an, pelajaran akhlaq, fiqh, dan lain sebagainya. Lalu apa yang menjadi pokok bahasannya? Entah aku merasa kesindir dengan sendirinya, atau memang sengaja Ustadz bermaksud sekalian menyindirku. Tapi aku kerasa banget. Beliau menjelaskan tentang kelanjutan Madin di sekitar daerahnya. Kemudian Madin tersebut tidak baik dalam pengelolaan sistemnya, manajemennya pun juga buruk. Dari situ, Ustadz menjelaskan lagi, beliau bilang, "Kita itu menjalankan sesuatu hal jangan setengah-setengah. Dari awal kita melangkah, harus jelas bagaimana sistemnya. Nah, setelah sistem itu berjalan dengan baik. Kita harus memperbaiki manajamen, mengembangkan lagi apa yang sudah berjalan. Jadi bukan jalan di tempat. Harus beruntun, dan naik tingkat. Setelah ini, naik ke sini, naik lagi, harus begitu." Kurang lebih begitulah inti ucapan Ustadz. Dan dari situ aku berpikir konklusinya adalah jangan mudah puas, tapi buatlah batas. Seperti itulah. Meskipun kita merasa sudah berjalan, bergerak, sampai rasanya lelah. Kalau kita berada di satu titik saja, itu namanya jalan di tempat. Hehehe~

Bincang dengan Ustadz berlalu.
Kembali ke rumah temanku.

"Ojo muleh a, Ti. Nanti kita main ke tempat epic. Kan aku wis janji arepe ngajak delok pemandangan indah."
Aku : "Huft." 
Sebenarnya pengen segera pulang. Tapi cuacanya panas. Dan okelah, lama tak berbincang dengan teman dekat secara langsung. Mungkin ini jadi temu kangen di saat yang pas. Meskipun agak bingung-bingung, pulang pasti cuma mager, gak pulang rindu (eh maksudku ... hemmp)

Ceritalah kami tentang banyak hal. Mulai dari A-Z. Perempuan gak habisnya buat membahas sesuatu. Ya maklumlah. Tapi kami berusaha untuk tidak mengghibah. Hanya saja...

Jadi begini,
Karena tiga teman lainnya tidak ada di situ. Jadi kami bertukar kabar tentang mereka bertiga. Dan kali ini, yang enak untuk dibahas adalah Si F. Entah berawal dari perbincangan apa. Kami memulai perbincangan mengenai pernikahan. Mohon maaf sekali. Kita nih gak paham juga kenapa bahasnya itu mulu. Tapi bukan aku kok, bukan. Si C yang awalnya ngebed banget nikah. Tapi gak tahu sekarang. Nah, yang kami bicarakan adalah Mbaknya Si F. Dengan umur yang sudah sangat matang, waktunya menikah, tapi Mbak Si F ini tidak kunjung menyebar undangan. Mungkin terlanjur nyaman dengan berdakwah. Ya maklum. Tapi alangkah baiknya ada yang mendampingi sambil berdakwah, lebih aman, damai, dan sentosa. Ehem!

Tapi Si F ini punya target menikah. Beda sama Mbaknya yang gak punya target, dia hanya fokus pada mencari yang terbaik untuk dirinya (hafidz, tinggi, ganteng juga pastinya, dll). Banyak sekali yang sudah mendekati mbaknya si F ini. Tapi tetap saja masih ditolak. Padahal yang terbaik itu gak ada kan? Mau baik banget pakai zzz, ya tetep manusia ada buruknya. Setidaknya carilah yang mau diajak untuk bersama-sama saling memperbaiki. Akhirnya dibuatlah proposal. Proposal? Buat apa?
Simak ceritanya berikut ini...

Si A: Mbak e Si F kae kan wis nyerahne proposal. Gek Si F yo pengen ngisi formulir, gek gawe proposal.
Si C: Moso, kapan? Kok awakmu eruh?
Aku: Krik krik krik krik (Ngomongne opo to kalian? Hemmp)
Si A: Wis dek kapan kae. Kan mbak e Si F gak ndang nikah-nikah akhire ngono. Si F pengen tapi gak oleh.
Si C: Mergo gak oleh ndisiki Mbak e?
Si A: Iyo mestine.
Aku: Sek sek cah, mandeko. Proposal opo ta?
Si C: Proposal nikah, Ti.
Si A: Iyo. Proposal dingge nikah, Mbak Lis.
Aku: He? Nyapo ndadak gawe proposal. Ha opo nikah kudu di sponsori? Opo samar nek danane kurang to?
*Si C & Si A ngakak.*
Aku terlihat bodoh, cengoh, dan hlolak-hlolok. Aku beneran gak paham dari awal. Yang dimaksud proposal ini. Opo arep ngadakne seminar disik? Batinku.
Si C: Ngene lo, Ti. Dadi proposal kuwi digawe setelah itu diberikan ke perantara.
Si A: Digolekne jodohe, Mbak. Lewat perantara.
Aku: Ha opo penak ngono kuwi? Piye carane.
Si C: Kan aman. Dadi awakmu menuliskan semua tentang dirimu di situ. Termasuk melampirkan fotomu. Sing paling ayu dewe.
Aku masih keheranan. Karena setahuku hanya lewat perantara, masalah proposalnya aku benar-benar baru tahu gaes.
Si C: Pomo Lisnadya, berkerudung syar'i, suka makan (wkwk), pintar mengaji. Fotone ayu wajahe gak ditutupi, tapi aslinya saat bertemu Lisnadya bercadar. Ngono-ngono lah, Ti.
Aku: Bar kuwi?
Si A: Diberikan kepihak perantara.
Si C: Seumpama ke Ustadz R terus saat di suatu tempat ada kabar seorang laki-laki sedang mencari jodoh yang siap untuk dinikahi...
Aku: Sekarang juga, gak? :D
Si C: Iyo. Kudu siap. Bar e proposalmu kuwi mau didudohne laki-laki itu. Cocok apa tidak? Nek cocok ya dipertemukan sama Si Ustadz. Ngono...
Aku: Eeee~
Si C: Tapi emang Si F duwe target nikah lo. 21 target e opo 22 ngono.
Aku: Sumpah ye.
Si C: Iyo. 21.
Aku: Yeh, deluk engkas kuwi lur...
Si C: Tahun depan berarti?!!!
HEBOH BERTIGA
Si C: Lha awakmu kapan, Ti? (sambil melirikku)
Aku: Sek gampang. Garap laporan keuangan e sek pelo.
Si C: Ndang gawe proposal.
Hahaha... hemmp.


Jadi begitulah. Aman sih. Tapi kalau aku mengira, seperti itu kurang teges. Gak enaklah pokoknya. Kurang alami. Tiap orang beda. Kalau kalian sepakat seperti itu mungkin juga lebih baik. Saya bahkan suka tiba-tiba bertemu orang di pinggir jalan. Ketidaksengajaan yang ada pada diri saya adalah hal yang saya hargai. Karena dari situ kita selalu menemukan sesuatu yang sebelumnya mungkin tidak kita sadari. Dan setelah banyak berbincang. Oya, masalah proposal selesai ya? Kalian bisa coba.

Then...
Sorenya kami pergi ke tempat wisata terbaru di sekitar Telaga Ngebel. Kalau ke Ponorogo, kalian harus ke sini. Wisata Mlokosewu namanya, harus melewati jalan yang sulit dijelaskan memang. Tapi sampai sana semua itu terbayar dengan pemandangan yang subhanallah sekali. Wisata ini berada di Desa Pupus, Ngebel, Ponorogo. Buatku, di sana salah satu tempat ternyaman untuk bermuhasabah. Dan kalau bisa ke sana sangat pagi atau menjelang sore. Yang membuat suasana menjadi lebih menengangkan adalah terlihatnya matahari. FYI loh itu.

Dan karena aku ke sana di saat menjelang sore. Jadi bisa lihat matahari terbenam. Indah betul kawan-kawan. Membuatku menemukan kata-kata tentang,

Keikhlasan. Belajar ikhlas dari senja. Walau ia bersabar menanti hadirnya matahari, namun kehadiran malam tak membuatnya merasa kehilangan. Meski hadirnya sesaat, namun ia selalu menorehkan indah.


Ya begitulah. Ikhlas memang harus seindah senja. Maka jangan memaknai senja sebagai simbol suasana yang menyedihkan. Senja justru penuh keindahan atas keikhlasan yang tidak perlu ditampakkan. Cie~ 

Apalagi ya?

Sudah itu saja sepertinya.
Tonton video amatirku dululah di bawah ini. Kalau berkenan LIKE&SUBSCRIBE, monggo...


Sunset View Point


Ok. Sekian.
Matursuwun.

Komentar

Postingan Populer