Tersentimental #3

Bismillah...

Awal bulan yang penuh dengan pikiran-pikiran, banyak halu. Tiba-tiba takut akan masa yang akan datang. Entah kenapa, aku begitu takut. Ketakutan ini, apakah pertanda bahwa aku adalah manusia yang lemah? Dan apakah aku selemah-lemahnya manusia? Kenapa pikiranku terasa kencang seperti kuda yang berlari, seperti tali yang diikatkan, dan baju yang kesempitan. Penuh dengan kecepatan, kepeningan, dan sesak. Entah kenapa, akhir-akhir ini, di masa ini, begitu banyak yang kukhawatirkan. Banyak hal yang ingin kuhindari, namun itulah satu-satunya jalan. Ada banyak hal yang ingin kuubah, namun apalah dayaku ini. Ada banyak hal yang ingin kucapai, tapi kenapa aku tidak bergerak? Seperti orang yang linglung. Ini itu semua kupikirkan. Kenapa aku selalu banyak berpikir. Dan sudah begitu, masih saja salah mikir. Ya Allah~

Hari ini, begitu sentimentalnya. Antara aku dan adik laki-lakiku.
Aku tidak tahu apa yang ada dipikirannya, bagaimana dia menelan sebuah kalimat, bagaimana dia mengunyah kata, dan bagaimana dia menyerap makna? Kenapa semakin dewasa, dia justru terlihat kekanakan. Kemudian tidak mau merubah. Bukan tidak mau. Kenapa terlihat sangat sulit dan selalu sama saja di setiap perkembangannya menjadi seseorang yang lebih, ya, dewasa. Aku pun juga bingung kenapa dia menganggapku adalah temannya. Bukan kakaknya, dia sama sekali tidak punya rasa tunduk sedikitpun. Aku bukan gila hormat. Tapi sedang keheranan saja dengan keadaannya yang seperti itu. Aku ingin sekali membimbingnya, mengajaknya untuk menjadi lebih baik, untuk selalu patuh dan tunduk pada orang tua. Jangankan aku, orang tua saja masih bisa dielaknya. Aku sangat terpuruk saat memikirkannya. Aku yang sebagai Sulung. Sangat bingung mengatasinya, harus bagaimana. Ketika aku memiliki banyak ketakutan itu tadi, ditambah dengan memikirkan saudara kandung, sedarah, sekandungan, serahim, sesatu tidak ada perantara. Benar-benar mencabik hatiku kejadian malam ini.

Hatiku benar-benar limbung.
Aku hanya bisa menangis. Mengadu pada Allah. Betapa menyakitkannya suatu kejadian yang dimana itu adalah permasalahan dengan manusia. Ya Allah, aku benar-benar hanya bisa menangis. Siapa lagi yang mampu mengatasi kekalutan hati selain diri kita sendiri kemudian berserah diri pada Allah. Ingin sekali rasanya aku menceritakan pada manusia lain selain dua orang yang begitu mencintaiku, Bapak dan Ibuk. Tapi siapa? Tak ada selain beliau. Kehidupan ini memang begitu cepatnya berganti. Sudah tahu begitu, kenapa aku masih saja diperbudaknya? Kadang aku lelah, kadang aku juga tak ingin menyerah, kadang semua hal kupikirkan, kadang aku merasa tidak berguna ada di dunia ini. Aku selalu merasa tersingkir. Sifat tidak percaya diriku selalu muncul dan muncul. Jika kukubur dalam-dalam, dia masih saja bisa kembali lagi.

I don't know, apa maksudku nulis ini.
Aku hanya ingin menulis saja. Saat ini aku berpikir ingin meninggalkan satu hal, satu orang yang sangat kuragukan juga. Pikiran kalutku selalu saja membuatku begini. Tapi aku mencoba sadar. Memikirkan dengan baik. Aku ingin kembali. Sungguh, aku ingin kembali. Aku ingin kembali, saat setiap pagi aku sibuk menuntut ilmu, dan sore pun aku sibuk bermajelis ilmu. Aku rindu. Ya Allah, aku rindu dengan kehidupan tenangku. Aku rindu dengan Ustadzah. Aku rindu dengan suara merdu perempuan mengaji dan menghafal al-Qur'an. Aku rindu mencium bau surga di ujung genteng. Aku rindu kehidupanku yang dulu masih baik-baik saja, namun dalam keadaan berjuang. Aku rindu ya Allah. Izinkan aku kembali. Aku ingin kembali. Bagaimana jadinya ya Allah, jika aku meninggalkan apa yang ada saat ini, meninggalkan seseorang yang entah, entahlah, aku tidak tahu. Mungkin untuk saat ini, aku harus benar-benar mencharge imanku kembali. Aku harus meninggalkan seseorang yang dengan enaknya kutunggu, kusambut, dan kuberi senyuman tanpa dia melakukan apapun kecuali kembali dan menyapaku.

Aku ingin istirahat untuk kembali berjuang.

Komentar

Postingan Populer