Melanjutkan Kebaikan dari 2020

Bismillah...


Hidup berjalan selama kurang lebih 365 hari, setahun.
Semua sudah berusaha untuk menjalaninya dengan baik dan benar. Meski ujian dan cobaan, segala tantangan terasa berat ketika diratapi. Wabah COVID19 merambah ke berbagai aspek, berpengaruh signifikan terhadap banyak hal yang berhubungan langsung dengan makhluk hidup di bumi ini; positif dan negatif, keduanya nyata-nyata terjadi saling berdampak.

Aku, Lisnadya Cahya Putri.
Tampaknya, sudah lupa bagaimana aku mengawali tahun 2020 ini, kecuali mengingat satu hal yaitu dibersamai dan membersamai seorang laki-laki sederhana yang ku kenal sejak KKN 2019. Selama ini berbagi berbagai kisah bersamanya, menghadapi suka dan duka bersamanya, dan melawan (yang katanya) virus corona mematikan itu bersamanya. Dia bertahan hidup dengan baik tahun ini, sedangkan aku belajar mengenai kenyataan hidup darinya. Dia mengajarkan banyak hal selama setahun yang (mungkin) bisa dikatakan cukup berat ini, seperti; bersyukur dan bersabarlah, bekerja keraslah, semangatlah, hargailah orang lain, jangan menangisi hal yang tak perlu ditangisi, jangan pernah merasa minder karena kamu perempuan baik dan pintar, jangan takut, berbicaralah dengan baik, dengarkan baik-baik, makanlah dengan baik, mengerti dan pahamilah dengan baik, idealis-lah di beberapa hal saja, dsb. Dia tidak membentuk seorang Lisnadya, dia selalu berusaha membuat Lisnadya untuk terus dan benar-benar mengenal dan menjadi dirinya sendiri. Dia yang masih selalu ku semogakan agar Allah meridhoinya. Dia teman berjuangku dan membantu banyak hal.

Dari tulisan sebelumnya, aku banyak sekali mengambil hikmah atas kejadian yang sedang ku alami. Semua rasanya nikmat, nyaman, dan mengasyikkan. Kata Putut EA, kita itu jangan percaya dengan kalimat "keluar dari zona nyaman", karena segala pilihan dalam hidup ini harus dipilih karena dia nyaman. Bahkan saat memilih tantangan. Selama pandemi COVID19 banyak sekali hal yang ku lakukan secara bersamaan meski tidak konsisten hingga besok, tahun 2021. Tetapi aku cukup banyak belajar tahun ini dan mendapat banyak sekali ilmu dan pengetahuan. Memaksa diri untuk mencari, apapun yang sedang dibutuhkan. Karena berangan-angan saja dan mengeluh karena sulit harus di mulai dari mana tidak akan memberikan dampak apa-apa./ Sejak mengerjakan skripsi di bulan Februari 2020, hidupku mulai kelabakan saat itu dan aku mengkhawatirkan banyak sekali hal. Aku sangat ketakutan. Akhirnya aku memulai beberapa hal...


Menjual produk kosmetik 'Oriflame'
Sebuah hal yang bertolak belakang dari latar belakang dari seorang Lisnadya yang terkenal apatis terhadap penampilannya sebagai perempuan, tomboy, tetapi sangat antusias terhadap tantangan. Menjadi seorang penjual produk make-up dan skincare yang sudah ku tolak sejak 2014/2015 (aku lupa) adalah tantangan yang mengasyikkan dan di 2020 aku merasakan cukup keuntungan yaitu uang, barang, dan pengalaman. Di sana aku diajari banyak sekali hal, tentang sebuah realita bahwa semua orang membutuhkan harta (aku setuju), sebab seorang Muslim juga harus kaya, biar bisa sedekah banyak (aku berpikir begitu). Namun, aku bosan. Hahaha, aku tidak terlalu suka kerja dan dikejar apa lagi di-push atas sesuatu hal yang (aku) sejujurnya sudah bosan dengannya. Tapi ku akui hebat sekali orang-orang yang menjulang finansialnya melalui jalan ini (tepuk tangan!). Maka ku ucapkan terimakasih kepada Mbak Indah Puspitaningrum, anak dari Mbaknya Ibukku. Kamu bertahan sampai hari ini, menghasilkan jutaan rupiah, untuk hidup; hidupmu, hidup Bapakmu, hidup Ibukmu, mungkin hidup Adikmu. Hormatku padamu, Mbak. Karena kamu perempuan Sulung pertama yang sejujurnya aku kagumi, sebab kamu sangat berani untuk lebih awal menjadi tulang punggung keluarga. Semoga segala mimpimu akan terwujud dan kamu berbahagia selalu. Terimakasih sudah membuatku berani memulai pengalaman baru dan menyadari beberapa hal.

Idealisme Menjadi Seorang Mahasiswa Akhir
Meski banyak yang (mungkin) memilih santai untuk menghadapi SKRIPSI. Tapi aku tidak pernah memilihnya. Ketika semua orang bisa nongkrong dan bersantai padahal juga sedang skripsi, tapi aku memilih di rumah kadang berdo'a sambil menangis karena tidak mau menambah beban orang tua dengan membayar uang semester lagi 4,5 tahun, lebih 0,5 alias 6 bulan sudah cukup terlambat bagiku. Tidak peduli seberapa harus memberikan celah untuk istirahat dengan (waktu yang mungkin masih banyak), aku harus selalu mengerjakannya.
Ada suatu saat dimana, aku harus membuat dosen pembimbing kewalahan karena aku begitu mengeyel dan keras kepala bahwa aku sudah melakukan hal yang benar. Itulah awal keberanianku semakin membara untuk ingin segera ACC dan selesai. Berat badanku naik nyaris 70kg seperti sapi betina yang baru lahir, aku sangat gemuk karena sering duduk, makan duduk, tidur duduk, besok-besoknya begitu lagi. Aku selalu menangis sebelum tidur karena aku merasa menjadi beban dan terbebani dengan kekhawatiranku sendiri. Aku tidak bersemangat untuk sebuah hiburan di luar rumah selain melihat hamparan sawah di timur rumah. Aku menjadi bedebah yang idealis, tidak peduli kata-kata orang. Bahkan saat kesulitan, aku ingin menyelesaikannya sendiri, karena aku yakin AKU BISA SENDIRI! Akhirnya, aku melaluinya dan selesai dengan baik.

Mengenal Perempuan Baik, Mengikuti Kebaikannya
Adalah perempuan yang mungkin tidak akan membaca tulisan ini, atau mungkin akan ku minta untuk membacanya. Seorang perempuan yang (dia bilang) adalah seorang Thinking, dibuktikan dengan melakukan Test STIFIn, yang mungkin belum banyak orang tahu. Nabila. Ya, rasanya meski tidak begitu dekaaat sekali dengannya tapi aku merasa dia adalah orang yang berpengaruh positif terhadap hidupku selama ini (secara tidak langsung). Motivasi darinya menumbuhkan motivasi dari diriku sendiri untuk diriku sendiri. Aku bisa merasakan betul kebaikan yang dia sebarkan. Darinya, aku belajar banyak hal. Seorang perempuan yang suka membaca dan mencintai ILMU tanpa mengesampingkan ADAB dan justru mendahulukannya. Nabila sangat jauh, kadang aku juga segan untuk terlalu mengatakan dan menceritakan semuanya atau bahkan bertanya banyak kepadanya. Nabila sangat baik, aku bahkan tidak ingin kehilangan kabarnya. Nabila yang menunjukkan jalan adab dan ilmu, sejak aku berpisah dengan teman-teman yang membawaku pada jalan kebaikan, jalan yang di ridhoi Allah, berpisah karena kami tidak lagi satu sekolah dan satu organisasi atau satu tempat berkegiatan. Andai aku membiarkan diriku terlepas dari mereka semua, aku tidak tahu sekarang akan jadi seperti apa; mungkin bodoh, dungu, dan tidak bergairah untuk melakukan kebaikan. Allah Maha Baik, tidak membiarkanku untuk berkumpul dengan orang-orang yang tidak menentu arah hidupnya saja. Allah pertemukan aku dengan orang yang sangat memikirkan jalan hidupnya, arah hidupnya, misi hidupnya, kebermanfaatan hidupnya, dan bagaimana matinya. Hai, Bil! Aku menangis menulis ini. Karena jujur aku tidak berdaya untuk mengakuinya hanya melewati pesan Whatsapp. Nabila keren! Terimakasih ya, Bil! Sudah bangkit, meningkat, dan bermanfaat. Aku merasakannya. Teruslah menyampaikan hal baik ya, Bil!

Self-Love, Self-Knowledge, Self-Concept, Self-Development
Dulu, aku tidak begitu mengerti bagaimana hidup ini seharusnya di jalani. Apakah sesuka hati saja? Atau dengan beberapa hal yang semestinya diterapkan? Ternyata, sejak kita lahir ada banyak fitrah yang Allah berikan sebagai modal kita hidup. Kita diizinkan untuk hadir dalam permainan hidup di dunia ini dengan beberapa aturan main, meski begitu, kita tidak bisa melakukannya hanya dengan main-main. Karena permainan ini lebih seperti kuis dalam perkuliahan. Ada poin, ada nilai, mungkin ada apresiasi juga yang akan diberikan kepada kita. Aku baru tahu, bahwa kita harus mencintai diri sendiri, mengenalnya dengan baik, mengajaknya mengubah hal-hal yang masih mungkin untuk diperbaiki. Juga mengajak diri untuk belajar, menambah ilmu dan pengetahuan, dengan membaca atau mungkin mengenal orang baru yang menyukai pemberdayaan dan mengilmui hal-hal yang akan disekitar, karena rasanya SDM di lingkungan semakin tidak karuan, barangkali kitalah yang akan menciptakan SDM yang lebih baik. Kemudian memikirkan sendiri dari diri yang terdalam, apa-apa yang diinginkan untuk hidup ini. Bukan sekedar keinginan, tetapi apa juga kebutuhannya. Ingin seperti apa(?). Dan mengembangkan diri, berdaya dengan fitrahnya sebagai seorang hamba dan seorang manusia sebagai wujud amanah kepada Tuhan bahwa kita menggunakan modal dengan baik sampai benar-benar tercapai tujuan hidup dan tujuan penciptaan sebagai khalifah fiil ardh.

Menyebarkan Value Dari Buku Anak Sakeena
Menyadari dan mengetahui lebih dalam bahwa selama ini pola asuh Bapak dan Ibuk masih tidak karuan bentuknya; membuatku antusias untuk mengikuti perjalanan Tisam, temanku SD yang juga sangat baik. Dia aktif menjadi seorang perempuan yang berfokus pada ANAK-ANAK. Karena aku juga resah, selama ini pengasuhan orang tua kepada anaknya hanya sekadar memberi makan-minum, pakaian, tempat tinggal, pendidikan formal, saja(?) Tidak ada yang begitu membekas selain pernah dijewer, dicubit, atau dipukul menggunakan sabuk atau sulak. Hanya ketegasan dan keras yang diajarkan, agar NURUT. Selama ini, dididik seperti militer yang akan menghadapi peperangan. Tapi aku tidak akan terlalu banyak menuliskan itu semua. Setelah tahu bahwa semua terlahir dengan fitrah baik. Maka, aku harus fokus untuk mempelajari bagaimana fitrah anak itu dirawat dan dikembangkan agar bertumbuh dengan baik dan menghasilkan banyak manfaat untuk seeemuanya juga dirinya sendiri. Dari Sakeena aku ingin belajar bagaimana anak suka membaca buku yang berisi adab-adab yang harus diketahui dan dipahami serta diterapkan oleh anak. Pendidikan adab memang yang utama, yang perlu diajarkan kepada anak. Karena tentu, kelak aku ingin memiliki keturunan, maka aku harus mempersiapkan segalanya untuk mereka. Dari Ibu, lahirlah generasi baru. Tinggal, mau generasi yang bagaimana(?)


Bergabung Komunitas Muda Inspiratif
Di sini aku belajar bahwa hidup itu memilih, terarah atau terserah. Selama ini aku masih menjalani hidup terserah, ternyata. Membuatku malu kepada Allah. Selama ini aku hanya menginginkan hal-hal receh yang mungkin 'gampil' bagi Allah. Aku terlalu takut bermimpi tinggi, karena aku takut ketinggian. Setelah bergabung dengan orang-orang dengan hidup terarah di Muda Inspiratif, aku mengenal Life Planning Canvas yang sampai detik ini aku masih belum mengisinya dengan lengkap karena AKU TAKUT. Aku masih cemas dengan mimpi tinggi, aku takut ketinggian. Maka yang harus ku mulai adalah lagi-lagi mengajak diriku berdamai, tenang, bahwa kita harus merencanakan semua dengan detail. Biar Allah juga gak bingung sama apa yang kita panjatkan di tiap untaian do'a. Aku belajar, memperjelas lagi HIDUP ku yang yaa... kalau aku boleh menyalahkan, selama 4,5 tahun kuliah aku tidak mendapatkan hal yang membuat hidupku terarah. Justru aku bertemu banyak sekali KETERSERAHAN hidup manusia. Aku akan kembali memperbaiki hidupku dan menatanya berbekal ilmu dari Muda Inspiratif juga.

Mendapat Pesan Whatsapp Kajian Dakwah dari Ustadz Rohmadi Setiap Pagi Hari
Bahkan sekadar mendapatkan pesan WA saja aku sangat excited. Bagaimana tidak? Ustadz Rohmadi yang pertama mengajarkan ku bahwa huruf hijaiyah itu punya rumahnya sendiri. Dan tidak ada huruf hijaiyah satupun yang aku tidak bisa mengucapkannya sesuai dengan tempatnya masing-masing dari tenggorokan sampai ke bibir. Beliau juga yang mengizinkanku untuk selalu menuntut ilmu di Pondok bersama anak-anak Pondok tanpa aku harus mondok. Karena orang tuaku tidak mengizinkan. Udahlah sedih banget keingat hal itu. Surga Di Ujung Genteng, adalah sebuah slogan yang diberikan Ustadzah Rochmah (murid atau bahkan anak Ustadz Rohmadi) kepada Pondok itu. Sekarang semua sudah berlalu, setidaknya aku masih terus diingatkan tentang kebaikan melalui Pesan Whatsapp dari Ustadz.

Belajar Banyak dari Kebencian Teman Dekat(?)
Baru hari ini aku menyadari dan mengetahui bahwa temanku yang ku pikir dekat, begitu sangat membenciku. Dia kesal denganku bertahun-tahun dan baru ku ketahui di penghujung 2020. Aku tidak menyangka hal ini terjadi karena mungkin sikap assertive-ku yang sangat parah di tahun-tahun lalu. Aku tidak peduli dengan apa yang dirasakan oleh orang lain tentang apa yang kuucapkan kepadanya. Mungkin ini salahku, mungkin tidak benar-benar salahku juga. Tapi dari hal ini aku belajar banyak sekali, yang jika ku rangkum akan cocok dengan kalimat dari Nabila; "Kadang kita menjuluki/men-cap orang lain dengan label, yang sebenarnya label itu ada pada dirinya sendiri", seperti cermin. Tapi ku maafkan dari lubuk dari hatiku yang terdalam, aku tidak menolak bahwa aku pernah dan akan melakukan kesalahan. Namun yang terpenting, aku tidak pernah mau menjadi pengecut atau pecundang yang tidak mau mengakui kesalahan terlebih tidak sudi meminta maaf. Tidak gentelwoman sekali, it's not me. Di sini aku juga belajar pendewasaan, bahwa mengerti dan memahami seseorang atau bahkan beberapa orang dan baaanyak orang itu tidak bisa setahun, dua tahun, atau tiga tahun, mungkin seumur hidup. Karena manusia di bumi ini entah berapa jumlahnya dan berapa kemungkinannya kita akan ketemu dengan manusia yang berbeda-beda.


Semua itu kututup dengan;
Alhamdulillahilladzi bini'matihi tatimmusshalihat, Alhamdulillah 'alaa kulli haal.

Perjalanan ini begitu nikmat dan penuh hikmah.
Aku tidak akan membawa kebencian, kemarahan, atau kekecewaan yang pernah ada. Biarkan mereka cukup sampai hari ini. Besok ada hal baik yang harus ditumbuhkan, diberi pupuk, disiram. Besok waktunya memulai hal-hal baik yang lebih baik lagi.

Terimakasih ya Allah, Engkau menuntunku ke jalan kebaikan.

Komentar

Postingan Populer