Aku Ikhlas Jika Kau Tak Akan Datang

Bismillah...

3 Syawwal 1440 H

Setelah lama tidak menulis atau tidak larut-larut dalam kesedihan dan kegundahan.
Menikmati kejadian apapun yang ada di depanku. Tidak terlalu berlebih untuk meratapi segala hal yang tidak sesuai dengan keinginanku...atau...harapanku.

Setelah bermesra sendiri dengan Ramadhan.
Melupakan segala hal tentang apapun selain meraih amalan dengan kecepatan penuh. Sebab kita tahu Ramadhan hanya sebulan. Bahkan belum tentu aku akan bertemu kembali dengannya tahun depan. Sejuk-tenang suasana Ramadhan. Hatiku begitu tentram berada di musim panas tapi berangin, dingin.

Di akhir Ramadhan...
Mendengar kabar bahwa kau akan kembali ke Tanah Jawa. Pulang ke Kotamu.
Aku begitu bahagia sebab kita tak lagi terpisah jarak antar pulau. Kita cukup dekat berada di satu provinsi. Aku juga begitu bahagia, merasakan kebahagiaanmu bertemu dan berkumpul dengan keluargamu. Entahlah... aku selalu ikut berbahagia atas kebahagiaanmu.

Meski dibalik itu...

Aku di sini. Di tempat yang sama dengan rasa yang semakin membara.
Masih menantimu.
Berharap terbesit rasa inginmu menemuiku. Berharap rasa itu begitu jelas nampak dan besar. Keinginan yang tak dapat terbendungkan lagi. Berusaha untuk meluangkan waktu yang singkat, berangkat, bertemu, denganku yang selama ini memendam pilu setiap waktu. Dirundung rindu.

Namun tampaknya, aku tidak terlalu yakin.
Kau berusaha dengan seluruh kemampuanmu. Atau jiwa ragamu yang tiba-tiba seperti magnet untuk begitu sangat tertarik menuju Kotaku.

Ada hasrat lain.
Yang berasal dari egomu. Atau memang tidak hasrat yang sesungguhnya dari rasamu, untukku.
Aku tak begitu yakin, tiba-tiba.

Kata Ibu, tidak ada alasan lain. Jika cinta itu sungguh-sungguh, untuk menunda pertemuan. Jika selama ini masih diambang keraguan. Masih tidak yakin dengan perasaan. Atau hanya ilusi dan bayangan semata. Tidaklah dia akan datang saat begitu cukup dekat denganmu. Selama ini, kamu bukanlah prioritasnya. Kamu tak lain adalah teman yang tak dimintanya.

Setelah berpikir, di malam Syawwal.
Menangis dan kembali bersedih.
Aku melapangkan kembali, hatiku.
Jika memang kau tidak datang setelah 730 hari kita berbincang secara maya.
Jika memang kau tidak akan menjadi nyata seperti yang ku harapkan selama ini.

Aku ikhlas, jika kau tak akan datang.
Aku ikhlas...

Semoga hatiku juga.

Entahlah, akankah tulisan ini mendapatkan jawabannya?
Berlanjut dengan kisah atau berakhir menjadi kenangan.

Komentar

Postingan Populer